Selasa, 31 Mei 2011

Memuaskan Nafsu Keponakanku - 2

Dari bagian 1

Sore itu aku sedang menonton TV di kamar hotelku, ketika telepon berbunyi. Kuraih pesawat telepon yang terletak di meja samping ranjangku.

"Hallo Oom Robert. Ini Andi. Apa kabar?"
"Baik. Kamu sendiri bagaimana?"
"Lumayan. Kemarin Lolita cerita kalau ketemu dengan Oom di Tunjungan Plaza ya?"

Kamipun lalu berbasa-basi sejenak. Kuraih remote TV karena suaranya terlalu keras sehingga menggangu pembicaraan kami.

"Oom.. Saya ada sesuatu yang perlu dibicarakan. Boleh saya mampir?"
"Of course. Ada apa sih?" tanyaku sedikit khawatir. Jangan-jangan Lolita cerita tentang kejadian kemarin.
"Nanti aja deh saya cerita. Jam 5 nanti saya ke hotel ya" jawab Andi di seberang sana.

Sekitar jam 5.15, terdengar bunyi bel pintu di kamarku. Seperti kuduga, ternyata Andi, suami Lolita keponakanku yang datang.

"Masuk Di"
"Makasih Oom".

Kamipun kemudian berbasa-basi menanyakan kabar masing-masing. Tak lama akupun bertanya maksud sebenarnya kedatangan Andi.

"Begini Oom. Mungkin Lolita sudah cerita tentang keadaan saya. Saya datang untuk minta bantuan Oom."
"Bantuan apa Di?" tanyaku walaupun sebenarnya aku sudah bisa menebak arah pembicaraannya.
"Jangan tersinggung ya Oom. Kita minta supaya Oom sewaktu-waktu jadi suami pengganti buat Lolita"
"Maksudmu?"
"Oom kan tahu. Saya tidak bisa memenuhi kebutuhan seks Lolita karena penyakit saya. Mungkin Oom Robert berkenan memenuhinya."

Andipun kemudian bercerita lebih lanjut, bahwa telah beberapa bulan Lolita memintanya untuk mencari lelaki untuk memuaskan birahinya. Karena ia sangat menyayangi istrinya dan takut bila Lolita menuntut cerai, iapun terpaksa menyanggupi. Tetapi sampai saat ini, dia belum mendapatkan yang cocok.. Kemarin setelah bertemu denganku, Lolita meminta suaminya untuk menanyakan kesediaanku untuk menjadi pemuas birahinya.

"Tolong ya Oom. Kasihan istri saya. Dia masih muda. Please ya Oom. Dia mengancam akan panggil gigolo atau bahkan akan menceraikan saya bila saya gagal membujuk Oom" Andi setengah merengek memintaku untuk meniduri istrinya yang cantik itu.

Akupun terdiam. Dalam hati aku heran mengapa selalu saja wanita memandangku sebagai pemuas nafsu mereka. Entah ini berkah atau kutukan bagiku.

"Ok deh. Ini karena saya kasihan saja sama kalian." jawabku
"Terimakasih ya Oom. Nanti malam jam berapa saya ajak Lolita ke sini?"
"Jam 8 deh" sahutku.

Andipun kemudian pamit meninggalkan kamarku.

*****

Jam 7.45 mereka telah tiba di kamarku. Lolita tampak cantik malam itu menggunakan gaun malam terusan yang memamerkan pundaknya yang putih mulus.

"Saya tinggal ya Oom" kata Andi sambil beranjak dari tempat duduknya.
"Jangan. Kamu tetap di sini saja. Siapa tahu kamu sembuh nanti setelah melihatku menyetubuhi istrimu" perintahku.

Sudah kepalang tanggung, pikirku. Akupun harus menikmati malam ini. Menyetubuhi istri orang di depan suaminya adalah salah satu favoritku. Lolita tampak kaget mendengar permintaanku itu, tetapi dia tetap diam tak menyuarakan penolakannya.

Kuhampiri Lolita yang duduk di tepi ranjang. Akupun kemudian duduk di sampingnya.

"Nggak apa khan sayang.. Kalau suamimu nonton" tanyaku sambil mengelus-elus pundaknya yang halus.
"Ng.. Nggak" jawabnya agak gugup dan wajahnyapun memerah menahan malu.
"Tuh Di, nggak apa kok. Sudah kamu duduk aja yang manis di situ. Oom akan mulai memuaskan istrimu OK?" kataku pada Andi.

Andipun menurut, dan duduk di kursi menatap ke arah dimana istrinya dan aku berada. Kumulai menciumi pundak Lolita yang mulus. Kemudian dengan lidahku kutelusuri lehernya yang jenjang.

Lolita mulai mengerang ketika sambil kujilati lehernya, tanganku mulai merabai buah dadanya. Kuremas rambutnya dan kutarik wajahnya ke arahku sehingga akupun dapat melumat bibirnya dengan penuh gairah. Lolitapun nampak bernafsu sekali menciumiku. Lidahku yang menerobos ke dalam mulutnya, dikulumnya dengan gemas. Sementara tanganku yang mengusap-usap dadanya, merasakan puting buah dada itu mulai mengeras.

"Sekarang aku akan menghisap buah dada istrimu. Kamu perhatikan baik-baik ya" kataku pada Andi yang menatap tak berkedip.

Aku turunkan perlahan tali gaun malam Lolita, sehingga buah dadanya yang kecil tapi padat itu nampak. Langsung kuterkam buah dada itu, kuhisapi dan kujilati putingnya. Erangan Lolita makin keras terdengar memenuhi ruangan kamarku.

"Enak.. Oom.. Ahh.." desah Lolita sambil tangannya semakin menekan kepalaku ke buah dadanya.

Kujilati dan kuhisap buah dada keponakanku yang cantik ini sepuasnya. Sesekali sambil menjilati puting buah dada Lolita, aku melirik ke arah Andi, suaminya.

Setelah puas memainkan buah dadanya, aku membetulkan kembali tali gaun malam Lolita. Kemudian aku bangkit berdiri di depannya. Kulepas dengan segera semua pakaianku sehingga aku telanjang bulat berdiri di depan Lolita, istri Andi yang cantik itu. Tampak mata Lolita sedikit terbelalak melihat ukuran kemaluanku yang mencuat di depan wajahnya.

"Seperti ini yang kamu inginkan Lit?" tanyaku.
"Iya Oom.. Lita suka yang besar dan keras seperti ini.." jawabnya.

Tangannya yang halus mulai mengocok kemaluanku perlahan.

"Kamu dengar Andi? Istrimu suka kontol yang besar dan keras. Kamu harus rajin berobat ya." kataku melantur.
"Sekarang aku akan minta istrimu menghisapi kontolku. Kamu tidak keberatan khan?" tanyaku lagi.
"Gimana keberatan nggak? Kalau keberatan kita sudahi saja" kataku lagi karena Andi belum menjawab.
"Nggak Oom" jawabnya lirih.
"Bagus kalau gitu." kataku sambil tersenyum menatapnya.
"Ayo sayang.. Kamu mulai hisap barang Oom ya" kataku pada Lolita, sambil menaikkan kedua tanganku ke atas pinggang. Rasa hangat mulai kurasakan ketika kemaluanku mulai masuk menyesaki mulut Lolita keponakanku ini.

Kuremas-remas rambutnya dengan sebelah tanganku, sementara tanganku yang lain masih berkacak pinggang.

"Ups.. Sorry suamimu nggak kelihatan tuh" kataku sambil menarik keluar kemaluanku dari mulut Lolita. Akupun memposisikan tubuhku agak menyamping, sehingga Andi dapat melihat dengan jelas adegan kami.

"Gimana Di? Sekarang kelihatan khan? Kamu bisa lihat istrimu dengan jelas?" tanyaku retoris. Kembali kujejalkan kemaluanku dalam mulut Lolita. Lolitapun dengan bernafsu mengulumi dan menjilati kemaluanku.

Aku masih berkacak pinggang sambil sesekali menoleh ke arah Andi. Dia tampak berusaha menahan perasaannya melihat istrinya tercinta sedang menyedoti kemaluan besar lelaki lain. Sementara Lolita masih dengan penuh gairah memainkan kemaluanku dengan mulutnya yang hangat.

"Ehmm.. Ehm.." desah Lolita sambil terus menghisapi kemaluanku.

Jemari tangannya yang lentik dengan perlahan mengocok batang kemaluanku. Memang kasihan keponakanku ini. Sebagai wanita cantik sudah beberapa lama ia tidak bisa menyalurkan hasrat seksualnya.

"Di, aku akan keluar di dalam mulut istrimu. Is it Ok? " tanyaku lagi menggoda Andi.

Dia masih asyik menatap istrinya yang sedang mengulum kemaluanku dengan penuh nafsu. Kupandang kebawah, dan tampak wajah cantik Lolita yang sedang mengulumi kejantananku. Tangannya yang halus sedang mengusap-usap buah zakarku.

"Look at me.." perintahku.

Lolitapun melihat ke atas dan menatapku dengan tatapan nakal menggoda. Tak tahan lagi aku dibuatnya.

"Ahh.." erangku ketika aku berejakulasi di dalam mulut Lolita, keponakanku yang cantik ini. Lolita dengan rakus menelan semua cairan ejakulasiku, dan menjilati sampai bersih yang masih tertinggal di kemaluanku.

"Luar biasa istrimu, Di. Enak sekali hisapannya" kataku sambil tersenyum puas. Kulihat Lolita sedang mengusap bibirnya dengan tisu, dan kemudian beranjak ke toilet.

*****

Akupun kemudian beristirahat sejenak sambil menonton TV di sofa.

"Gimana Di.. Kamu bisa ereksi nggak lihat yang tadi?" tanyaku.
"Sedikit Oom.." jawabnya.
"Ya.. Semoga cepet sembuh deh.. Sayang lho istri cantik nggak dipakai" jawabku.

Lolita kemudian duduk disampingku di sofa. Tak lama kamipun telah kembali berciuman. Tangannya yang halus kembali dengan lembut mengusap-usap barang kesukaannya.

"Lita hisap lagi ya Oom.. Biar cepet naik" pintanya.
"Minta izin dulu dong sama suamimu" jawabku menggoda.
"Iih Oom Robert.. Mas Andi.. Boleh ya aku hisap kontolnya Oom Robert?" tanyanya manja.

Andi yang duduk di sampingku hanya mengangguk pasrah. Lolitapun kemudian berlutut di depanku, dan mulai melingkarkan bibirnya di kepala kemaluanku. Karena kemaluanku belum ereksi, maka hampir semuanya masuk dikulum mulut keponakanku ini.

Tak lama, kemaluankupun semakin membangkak, dan mulut Lolitapun mulai kewalahan menampung besarnya kejantananku ini. Setelah penuh ereksi, hanya sepertiga bagian saja yang bisa dikulumnya, sementara tangannya mulai mengocok sisanya.

"Di... rasanya sekarang waktunya aku menyetubuhi istrimu. Kamu nggak berubah pikiran khan?" tanyaku sambil tersenyum.

Andipun menggelengkan kepalanya. Langsung kutarik tubuh Lolita, dan diapun berdiri untuk kemudian duduk dipangkuanku. Kuciumi lagi bibirnya, dan kemudian kuturunkan tali gaun malamnya.

"Ayo buka saja sayang" kataku.

Lolitapun kemudian membuka gaun malamnya, sehingga hanya celana dalam G-string yang masih dikenakannya. Kembali dia menaiki tubuhku, dan diapun menyibakkan celana dalamnya untuk kemudian mengarahkan liang vaginanya ke kemaluanku.

Rasa nikmat menjalar ketika secara perlahan liang vagina Lolita menjepit ketat kejantananku. Kemudian Lolitapun dengan bernafsu memompa tubuhnya di atas kemaluanku.

"Ohh.. Ohh.. Fuck me.. Fuck me.." racau Lolita menahan nikmat.

Kupegang pinggangnya yang ramping, dan kupompa juga tubuhnya dari bawah. Suara sofa yang bergoyang serta erangan Lolita membuatku makin terangsang. Sesekali kuhisap buah dadanya dan kuremas-remas pantatnya.

"Oohh.. Faster.. Faster.. Ya.. That's right.. Oohh.. Faster.. Faster.." erang Lolita mendaki bukit kepuasan birahi.

Tak lama tubuh Lolitapun mengejang dan iapun menjerit ketika mendapatkan orgasmenya. Akupun semakin cepat memompa tubuhnya yang masih menggelinjang-gelinjang dalam dekapanku, dan akhirnya akupun menyemburkan ejakulasiku dalam vagina keponakan cantikku ini.

*****

"Terimakasih ya Oom" kata Lolita manis. Tampak wajahnya bersinar-sinar setelah melampiaskan nafsunya yang terpendam selama ini.
"Ya.. Sama-sama," jawabku
"Nanti kalau ke Surabaya lagi, mampir tengokin Lita lagi ya"
"OK deh.. Kamu juga kalau ke Jakarta telepon Oom ya".

Lolita kemudian berpaling ke suaminya.

"Thanks ya Mas Andi... mau memenuhi kebutuhan Lita" kata Lolita sambil mencium mesra Andi suaminya.

Merekapun kemudian pamit pulang.

"Permisi ya Oom. Terimakasih atas bantuannya"
"Ok Andi. Semoga cepat sembuh ya. Sorry lho ya, kalau kata-kataku menyinggung kamu. Maksudku sih supaya kamu bisa lebih terangsang dan cepat sembuh"
"Iya Oom. Andi ngerti kok"

Setelah mereka pulang, akupun kemudian menuju kamar mandi untuk mandi air hangat. Enak sekali tubuhku saat itu. Setelah menahan birahiku yang belum tuntas saat bermesraan dengan sekretaris Pak Joko pagi tadi, akhirnya kesampaian juga bersetubuh dengan wanita secantik Lolita. Sayang besok aku sudah harus kembali ke Jakarta karena ada meeting dengan klienku. Tetapi mungkin aku akan sering mengunjungi kantor cabangku di Surabaya ini. Tentu saja ini adalah alasan yang paling baik untuk mengunjungi Lolita, keponakanku yang cantik.

*****

E N D

Memuaskan Nafsu Keponakanku - 1

Minggu lalu, aku sedang berada di kota Surabaya. Aku datang untuk mengantarkan konsultan ke kantor cabang perusahaan kami di kota itu. Seperti yang telah aku ceritakan sebelumnya, perusahaanku sedang melakukan implementasi software baru. Disamping memperkenalkan sistim dan prosedur kerja yang baru, si konsultan juga mengadakan training kepada karyawan kantor cabang tersebut.

Surabaya masih tetap seperti dulu. Panasnya bukan main. Ditambah dengan lalu lintasnya yang semrawut menambah gerah suasana. Meskipun begitu, suasana kota tampak masih lebih ramah dibandingkan Jakarta.

Pagi itu, si konsultan mengadakan training untuk para karyawan. Setelah memberikan kata sambutan, dan sekadar berbasa-basi dengan pimpinan cabang di sana, akupun kembali ke hotel. Tidak betah lama-lama aku di kantor itu, karena bosan juga mendengarkan training dari si konsultan. Pak Joko, pimpinan cabang, mengantarku untuk kembali ke hotelku di kawasan Embong Malang.

"Perlu saya antar ke mana lagi Pak Robert?" tanyanya.
"Nggak Pak Joko.. Saya nggak mau keluar kok. Sedang nggak enak badan nih" jawabku.

Memang aku merasa agak sakit hari itu, mungkin terserang flu.

"Perlu saya antar ke dokter Pak?"
"Nggak usah. Saya sudah minum obat kok".
"Baik bener sih.. Kepengin naik gaji ya?" pikirku lebih lanjut dalam hati.

Sesampainya di kamar hotel, akupun minum obat flu yang memang sudah aku siapkan. Rasa kantuk segera menyergap, dan akupun segera terlelap.

Ketika bangun, aku merasa perutku sudah keroncongan, dan kulihat memang sekarang telah jam 2.00 siang. Kuraih menu room service yang berada di meja, tapi kubatalkan niatku untuk memesan. Aku ingin jalan-jalan sambil makan saja ke pusat perbelanjaan yang terletak di samping hotelku ini. Mungkin setelah cuci mata, badanku malah terasa agak baikan.

Saat makan di food court, banyak juga anak ABG yang nongkrong di sana. Nggak kalah juga dengan Jakarta, pikirku. Ada dua anak ABG manis yang sedang makan di meja sebelahku. Mereka tampak tersenyum-senyum menggoda. Nafsukupun mulai timbul, dan akupun berniat untuk mendekati mereka.

Tiba-tiba terdengar suara wanita di sebelahku.

"Hey, Oom Robert. Kok ada di sini? Kapan datang?"

Kulihat ke arah suara itu, dan tampak seorang wanita cantik, berkulit putih tersenyum padaku.

"Ehh.. Lolita, kemarin datangnya. Sendirian aja?"

Ternyata dia adalah Lolita, keponakanku. Dia anak sepupu jauhku. Umurnya 26 tahun dan baru saja dia menikah setahun yang lalu. Dia dan suaminya berprofesi sebagai dokter gigi, dan mereka bertemu saat sama-sama kuliah dulu.

"Iya Oom. Suamiku sedang ke dokter"
"Udah lama ya nggak ketemu, semenjak pesta pernikahanku dulu" lanjutnya.

Kamipun kemudian duduk bersama dan berbincang-bincang. Kulirik meja sebelah, dan kedua ABG tadi tampak kecewa terhadap kedatangan keponakanku. Tak lama merekapun pergi, mungkin mencari mangsa Oom-Oom yang lain, he.. He..

"Oom nginep dimana?" tanya Lolita sambil menyantap sotonya.
"Di sebelah" jawabku.
"Oh.. Lita belum pernah nginep di sana. Bagus nggak Oom kamarnya?"
"Yach lumayan. Kamu pengin lihat? Kalau begitu kita terusin ngobrolnya di hotelku yuk" ajakku.

Setelah selesai menyantap hidangan, kamipun berjalan menuju hotelku.

Terus terang aku tertarik dengan Lolita. Wajahnya yang cantik, kulitnya yang putih bersih, juga dari pembawaannya yang anggun. Hanya saja satu kekurangannya, yaitu buah dadanya yang kecil. Meskipun begitu, aku tidak berani melakukan yang macam-macam dengannya, karena tampak dia adalah wanita yang baik-baik. Berpakaianpun selalu sopan, meskipun hal itu tidak mengurangi pandangan laki-laki di plaza tersebut saat kami berjalan melintas. Tampak mereka mengagumi wajah Lolita yang memang cantik dan anggun itu.

"Mau minum apa Lit?" tanyaku sambil membuka minibar sesampainya di kamarku.
"Coca Cola aja deh Oom" jawabnya. Kuambil sekaleng coke dan kuberikan padanya.
"Kamu gimana.. Sudah hamil belum?" tanyaku.
"Belum Oom.. Suamiku masih ada masalah" jawabnya lirih.
"Lho memang kenapa?" selidikku lebih lanjut.
"Malu ah Oom"
"Jangan malu-malu Lit. Kita khan masih saudara. Terlebih saya pasti akan merahasiakan hal ini kok"

Lolitapun kemudian curhat menceritakan keadaan rumah tangganya. Ternyata suaminya menderita diabetes, dan itu berkomplikasi yang membuatnya menjadi impoten. Saat bercerita tampak bola mata Lolita mulai berkaca-kaca.

"Terus kamunya sendiri bagaimana Lit?" tanyaku penuh perhatian.
"Yah aku mencoba untuk menyembuhkan suamiku" jawabnya lagi lirih.
"Teruskan Lit, ceritamu. Jangan sungkan-singkan. Mungkin Oom bisa kasih saran" kataku.

Dia kemudian bercerita suaminya telah berobat dari modern medicine sampai yang alternatif, tetapi masih juga kemaluannya tak bisa gagah perkasa seperti lelaki normal. Memang ada kemajuan, sudah bisa sedikit ereksi, tetapi tidak bisa terlalu keras. Lolita kemudian bercerita juga bahwa dia sebenarnya sudah tidak tahan dengan keadaan ini, dan sempat berpikir akan menceraikan suaminya. Tapi itu tidak dapat dilakukannya karena cintanya yang sangat besar pada Andi suaminya itu.

"Oom sendiri kok belum menikah sih?"
"Belum dapet yang cocok Lit" jawabku.
"Wah.. Padahal pasti banyak wanita yang pengin jadi istrinya Oom. Soalnya Oom kelihatannya laki-laki banget" kata Lolita sambil tersenyum menggoda.

Nafsuku terus terang mulai naik, melihat Lolita seperti memberikan lampu hijau untukku. Kuraih tangannya yang halus dan mulai kuremas-remas.

"Maksudnya apa Lit?"
"Iya.. Maksud Lita.. Istri Oom nanti pasti puas.." jawabnya lirih sambil wajahnya tampak merona merah.

Tanganku mulai merambat naik dan merengkuh pundaknya. Kuelus-elus pundaknya. Kudengar dengusan napas Lolita memberat. Tak kusia-siakan lagi waktuku. Kuremas rambutnya perlahan sambil kutarik wajahnya. Bibirkupun segera beradu dengan bibir tipisnya yang merekah.

"Hmm.. Hmm." erangan Lolita ketika dengan bernafsu kulumat bibirnya. Tangan halus Lolita telah mulai merabai kemaluanku. Seperti tak sabar dia ingin menikmati kejantanan seorang lelaki tulen.

Tiba-tiba suara HPnya berbunyi.

"Halo.. Oh ya Mas.. Gimana hasilnya?"

Ternyata suaminya yang menelpon.

"Ok Mas.. Aku masih ada urusan. Ketemu di rumah aja ya"

Setelah itu Lolita menutupnya telepon genggamnya. Diraihnya lagi wajahku dan diciuminya bibirku dengan bernafsu. Tangannya kembali mengelus-elus kemaluanku.

"Puaskan Lita Oom.." desahnya.

Tiba-tiba aku sadar, bahwa wanita ini adalah keponakanku sendiri. Terlebih akupun kenal baik dengan Andi, suaminya. Juga dengan ibunya yang sepupuku itu.

"Jangan Lit.. Ini nggak boleh. Nggak enak sama suamimu," kataku sambil beranjak menjauh darinya.

Tampak Lolita kecewa, tapi dia hanya terdiam saja. Akupun kemudian mengajaknya berbincang-bincang lagi untuk mengalihkan perhatiannya. Lolita tampak semakin canggung dan malu, karena tak bisa mengontrol nafsu birahi yang bergolak dalam tubuh mudanya. Tak lama iapun pamit.

*****

Esoknya aku menyempatkan diri untuk melihat training yang masih berlangsung di kantor cabangku. Si konsultan sedang menjelaskan cara-cara input data-data penjualan serta cara membuat report dengan menggunakan wizzard. Bosan mendengarnya, aku menuju ruangan Pak Joko, si kepala cabang.

"Pak Joko sedang ke bank Pak. Silahkan tunggu saja di dalam" sekretarisnya menyapaku.

Akupun masuk dan menunggu di dalam sambil duduk membaca koran. Tak lama si sekretaris kembali masuk.

"Mau minum apa Pak Robert?" tanyanya manis.
"Kopi deh."

Si sekretaris, yang bahkan sampai saat ini tak kuketahui namanya itu, segera berlalu. Dia berwajah manis khas orang Jawa. Yang menarik perhatianku adalah buah dadanya yang membusung dan pantatnya yang besar.

"Silakan Pak.. Ada lagi yang bisa saya bantu Pak Robert?" tanyanya penuh hormat.
"Iya.. Kamu temanin saya ngobrol di sini sambil nunggu Pak Joko ya" kataku.

Diapun tersenyum sambil duduk di kursi.

"Dekat sini.. Masak jauh banget" kataku. Sekretaris Pak Joko inipun kemudian duduk di sebelahku.
"Sudah lama kamu kerja di sini?"
"Baru satu tahun Pak."
"Suami kerja di mana?"
"Di bagian accounting, Pak"
"Oh.. Suamimu kerja di perusahaan ini juga?" tanyaku memperjelas.
"Iya Pak.. Sekarang khan sedang ditraining" jawabnya.

Suasana di kantor itu sedang sepi, karena memang sebagian besar karyawan sedang mengikuti training software baru. Rasa isengku tiba-tiba timbul. Ingin aku mengerjai sekretaris Pak Joko ini.

"Kamu manis ya.. Kamu karyawan yang paling manis lho di kantor ini" kataku sambil memegang tangannya.
"Ihh.. Pak Robert bisa saja" jawabnya tersipu.
"Bener lho.. Kamu manis dan seksi" rayuku lagi sambil mengelus-elus tangannya.
"Pak Robert.. Bener kata orang.. Pak Robert playboy" jawabnya lirih.

Saat itu tanganku sudah merengkuh dan mengelus-elus pundaknya.

"Boleh minta cium ya?" tanyaku sambil menarik wajahnya ke arahku.
"Jangan Pak.. Nanti ketahuan orang" elaknya.
"Nggak kok.. Kalau ada orang datang, kita pasti tahu" jawabku lagi.

Memang ruang tamu kantor Pak Joko ini agak tersembunyi sehingga jika ada orang yang masuk, tidak langsung melihat ruang tamu. Kumulai menciumi bibirnya. Sementara tanganku mulai meraba buah dadanya yang besar.

"Dadamu besar ya.. Pasti suamimu suka minum susumu ya?" tanyaku.
"Pak Robert.. Nakal.." jawabnya mendesah.
"Aku pengin minum susumu juga ya? Boleh khan?" tanyaku sambil membukai kancing bajunya.

Dia tak menjawab, hanya mendesah perlahan ketika kuangkat BHnya dan kuremas buah dadanya yang ranum itu. Kudekatkan wajahku pada bukit kembar yang menantang itu, dan kujilat puting susunya. Erangannya makin terdengar, dan tak sabar kuhisap buah dadanya dengan gemas.

"Sshh.. Sshh" erangnya ketika aku menikmati kekenyalan buah dadanya yang besar. Tanganku yang satu memilin-milin perlahan puting susu buah dadanya yang lain.

Setelah puas mempermainkan buah dadanya, kembali kucium bibirnya.

"Ayo gantian kamu hisap punyaku ya?" kataku setengah memerintah.

Kutarik tubuhnya sehingga dia bersimpuh didepanku yang masih duduk di sofa.

"Pak Robert.. Jangan.. Takut ketahuan suamiku" katanya ketika tangannya kuraih dan kuletakkan di atas kemaluanku.
"Nggak mungkin.. Dia khan sedang training" jawabku.

Diapun kemudian mulai membuka retsleting celanaku. Kubantu dia dengan menarik celana dalamku kebawah.

"Ahh.." jeritnya tertahan ketika melihat kemaluanku yang besar telah tegak di depan wajahnya yang manis.
"Cukup besar khan?" tanyaku
"Besar banget Pak."
"Dibandingkan punya suamimu?"
"Besar punya Pak Robert. Pasti istri bapak puas" jawabnya.
"Ya.. Tapi aku belum punya istri.. Ahh" perkataanku terputus oleh rasa nikmat yang menjalar ketika ia mulai menjilati batang kemaluanku.

Dijilatinya perlahan kemaluanku, dan kemudian sambil matanya menatapku, dimasukkannya secara perlahan kepala kemaluanku ke dalam mulutnya.

"Hmm.." erangku nikmat. Kuremas-remas kepalanya saat ia mulai menghisapi dan mengulumi kemaluanku. Tampak mulutnya yang mungil penuh sesak dengan kejantananku.

Tiba-tiba terdengar suara pintu ruangan terbuka. Cepat-cepat kukeluarkan kemaluanku dari mulut sekretaris Pak Joko ini, dan kubenahi celanaku. Diapun segera membenahi bajunya yang masih terbuka.

"Ada perlu apa lagi Pak Robert.. Oh ini Pak Jokonya sudah datang" katanya berpura-pura.
"Oh nggak. Cukup. Terimakasih" jawabku.
"Hey Pak Robert sudah lama nunggu?" tanya Pak Joko.
"Nggak kok baru saja. Untung ada sekretaris bapak yang menemani menunggu." jawabku.

Kulirik sekretaris Pak Joko, dia tersenyum manis dan kemudian beranjak keluar ruangan kembali ke mejanya. Siang itu kuhabiskan berbincang-bincang dengan Pak Joko. Makan siangpun dilakukan di ruangan itu bersamanya. Setelah itu, aku minta Pak Joko mengantarku kembali pulang ke hotel.


Ke bagian 2

Mbak Lastri, Kakak Sepupuku - 2

Dari bagian 1


Kini Mbak Lastri yang aktif bergerak diatas tubuhku sedangkan aku hanya telentang meresapi kenikmatan. Bibir dan lidahnya menciumi dan menjilati terkadang digigi-gigitnya puting susuku, lalu turun ke bawah dan akhirnya kontolku ku dijadikan mainan. Mbak Lastri mengocok kemaluanku dengan cara memasuk dan mengeluarkan oleh mulutnya, lidahnya mengulas-ulas kepala kontolku. Biji pelirkupun tak luput dikenyot-kenyotnya, sedangkan tanganku meremas-remas rambutnya.

"Mbak gedean mana punya saya sama punya suami Mbak Lastri?" Tanyaku ingin tahu.
"Gedean punya kamu sedikit," Jawab Mbak Lastri sambil tetep mempermainkan kemaluanku.

Kemudian Mbak Lastri bangkit dan mengangkang di atas tubuhku.

"Mbak Lastri di atas yah..!" Pintanya.
"Memangnya kenapa kalau di atas, Mbak?" Tanyaku.
"Soalnya kalau di atas puas, kan yang banyak bergerak yang diatas makanya Mbak Lastri bisa cepet sampai," Mbak Lastri menjelaskan.

Mbak Lastri mengatur posisinya dengan meletakan pantanya diatas kemaluanku. Kedua kakinya dilipat sejajar pahaku lalu tangannya menuntun kontolku dan meletakan kepala kontolku di antara bibir memeknya dan persis ditengah lobang vaginanya. Setelah dirasa pas perlahan-lahan Mbak Lastri menekan pantatnya hingga kontolku terbenam ke dalam vaginanya, setelah sampai dasar nya pantatnya diayunkan naik turun dengan simultan. Tetek Mbak Lastri ikut terayun-ayun karena gerakan naik turunnya. Tetek Mbak Lastri sudah agak kendor tapi masih terlihat indah dengan ukuran yang sesuai dengan tubuhnya, tanganku meremas-remasnya terkadang ku angkat badanku agar aku dapat mengulum putingnya dan menjilati buah dadanya.

"Oh enak banget.. Aahh..," Mbak Lastri mengerang-ngerang.

Kuimbangi gerakan Mbak Lastri dengan mengangkat pantat apabila pantat Mbak Lastri menekan pantatnya hingga rasanya kemaluanku menyentuh dasar vaginanya. Terkadang tubuh Mbak Lastri tidur diatasku sambil tetap beggerakan pantanta. Mulutnya tak henti berdesis pelan. Setelah beberapa saat gerakan Mbak Lastri semakin cepat dan tangannya mencengkram dadaku.

"Ahh.. Mbak Lastri mau sampai sshh.. Aahh," Rupanya Mbak Lastri sudah mau klimaks. Aku semakin semangat meremas-remas dan memilin-milin putingnya, sedangkan tanganku yang satunya menowel dan mencubiti kelentitnya. Dan Akhirnya,
"Aahh..!" Mbak Lastri melenguh kenikmatan.

Tubuhnya mengejang diatas tubuhku dengan bibirnya melekat erat pada bibirku, kemudian perlahan-lahan tubuhnya melemah sampai akhirnya terdiam di atas tubuhku. Sedang kontolku masih tertancap di vaginanya. Kurasakan memeknya penuh cairan.

"Gimana Mbak..? Kita main lagi yah?" Aku mengajaknya untuk kembali bercinta karena aku belum apa-apa.
"Nanti sebentar Mbak Lastri masih cape," Jawabnya.

Lalu setelah Mbak Lastri sedikit segar kami mulai bercinta lagi.

"Mbak, nungging ya Mbak!"

Aku meminta Mbak Lastri untuk bercinta dalam posisi dimana aku di belakangnya tapi tidak benar-benar nungging. Mbak Lastri tidur telungkup dengan pantat sedikit mendongak dengan di ganjal bantal. Dalam posisi ini selain kenikmatan dengan terbenamnya kontol ke dalam vagina juga pantat montok Mbak Lastri bisa puas aku nikmati.

Ku arahkan kontolku ke vaginanya, setelah pas kudorong pelan sampai mentok, lalu kuangkat, kemudian kuayunkan pantatku maju mundur. Saat itu posisi tubuhku berada di atas tubuh Mbak Lastri dari arah belakang. Sambil memaju-mundurkan pantatku wajahku menciumi rambut Mbak Lastri dan tanganku meremas-remas teteknya dari belakang. Terkadang jari tanganku mencolok-colok dan mengulas-ulas lubang anusnya. Setelah beberapa saat aku merasa sudah akan klimaks, kuminta Mbak Epi berbalik untuk memakai gaya konvensional.

"Mbak, balik dong saya mau sampai nih," Pintaku.
"Iya Mbak Lastri juga mau sampai juga nih." Jawabnya.

Lalu Mbak Lastri membalikan badannya kakinya mengangkang. Langsung saja kumasukan kontolku ke dalam memeknya dan menggerak-gerakan pantatku kali ini dengan agak kasar.

"Aahh.. Ahh.. Kita keluarin bareng ya Cen," Kata Mbak Lastri sambil mendesah-desah.
"Mbak Lastri pilin-pilinin puting susu saya dong!" Aku memintanya.

Karena kenikmatan yang kudapat akan semakin maksimal apabila puting susuku dipilin-pilin.

Mbak Lastri memilin-milin putingku dan tanganku pun meremas-remas teteknya. Bibirku dan bibir Mbak Lastri saling berpagutan sambil saling sedot lidah, hingga akhirnya kurasakan sesuatu mendesak untuk di keluarkan yang di sertai kenikmatan tiada tara. Aku melihat Mbak Lastri juga mengalami hal yang sama dengan ku.

"Mbak Lastri saya mau keluar..," Kataku.

"Mbak Lastri juga mau keluar nih ," Mbak Lastri menjawab.

Dan ahirnya sambil kuhujamkan kontolku dengan keras kedalam memek Mbak Lastri, spermaku keluar membasahi vagina Mbak Lastri. Mbak Lastri juga sama denganku, kami saling berpagutan menuntaskan kenikmatan bersama-sama.

Kami terdiam beberapa saat menikmati sisa kenikmatan, tubuhku masih berada di atas tubuh Mbak Lastri, perlahan ku gulingkan tubuhku ke samping Mbak Lastri. Ada rasa ngilu pada kontolku ketika terlepas dari memek Mbak Lastri.

"Mbak Lastri puas banget Cen, sudah lama banget Mbak Lastri nggak ngerasain yang seperti tadi.," Mbak Lastri mengungkapkan kepuasannya.

"Saya juga Mbak, dan kalau nanti-nanti Mbak Lastri kepengen lagi saya selalu siap," Aku menimpalinnya sambil tanganku meraba-raba teteknya.

"Eh, udah yu, nanti keburu ada yang datang," Kata Mbak Lastri, dia bangkit dari tidur lalu meraih pakaiannya, mengenakannya lalu keluar menuju kamar mandi. Akupun berdiri, mengenakan pakaian lalu berjalan menuju kantorku, tak lama kemudian Mbak Lastri menyusul gantian aku yang ke kamar mandi.

Kami membicarakan tentang hal-hal lain beberapa saat, lalu anak buahku datang, Mbak Lastri pamit pulang. Setelah kejadian itu, kami tak pernah membahasnya meskipun Mbak Lastri tetap rutin datang ke kantorku. Sesungguhnya aku sangat ingin mengulanginya lagi tapi ada rasa segan untuk mengutarakannya ke Mbak Lastri, aku pikir lebih baik menunggu saja. Baik Aku maupun Mbak Lastri tak pernah menunjukan bahwa kami pernah bercinta, semua berlalu seperti terjadi apa-apa.

Sampai suatu malam, suami Mbak Lastri datang ke rumahku untuk meminta tolong memperbaiki komputernya yang baru dibeli tidak bisa di operasikan mungkin karena dimainin anak-anaknya. Lalu kami pergi ke rumahnya, ku chek komputernya dan ku bilang bahwa besok pagi saja memperbaikinya karena harus diinstal ulang dan membutuhkan waktu agak lama, kebetulan besok aku tidak begitu sibuk. Waktu itu Mbak Lastri memakai daster, membuat aku horny. Mbak Lastri lalu nimbrung ngobrol beberapa saat kemudian aku pulang.

Besok paginya sekitar jam 7, setelah pamit dengan istiruku aku ke rumah Mbak Lastri. Sesampainya di sana aku bertemu dengan suaminya Mbak Lastri yang sudah bersiap-siap berangkat kerja, Mbak Lastri sedang mandi ketika itu sedangkan anak-anaknya sudah berangkat sekolah diantar pembantunya. Setelah ngobrol beberapa saat suaminya lalu berangkat kerja dan aku langsung meperbaiki komputernya. Mbak Lastri kemudian keluar dari kamarnya, rambutnya masi terlihat basah, menghampiriku lalu berbasa-basi sebentar lalu pergi ke ruangan lain, aku kembali konsentrasi ke komputer. Sebetulnya saat itu aku sangat berharap kejadian dulu bersama Mbak Lastri dapat terulang kembali, tapi aku nggak berani untuk memulai.

Proses instal sedang komputer sedang berlangsung dan aku menunggunya sambil sesekali melihat layar TV. Tiba-tiba terdengar suara Mbak Lastri memanggil dari ruang tamu.

"Cen, kesini deh."
"Ada apa Mbak?' Sahutku, kemudian berjalan ke arah ruang tamu. Ku lihat Mbak Lastri sedang duduk di sofa sambil membaca majalah, dia memakai kaus dan kain membalut bagian bawah tubuhnya, lalu aku menghampirinya.
"Komputernya sudah selesai belum?," Dia bertanya.
"Belum masih lama Mbak, kenapa Mbak?"
"Sini deh!" Dia memintaku duduk di sampingnya. Lalu aku duduk di sampingnya tercium wangi sabun dari tubuhnya.
"Mbak Lastri kepengen nih1" Akhirnya waktunya datang juga, aku faham keinginan Mbak Lastri untuk bercinta.
"Disini?, nanti kalau pembantu Mbak Lastri pulang gimana?"
"Nggak, dia pulangnya jam 10,"

Setelah mendengar jawabannya langsung ku peluk tubuh Mbak Lastri, ku cium bibirnya dan kami saling berpagutan, sedang tanganku kumasukan ke dalam bajunya dan ternyata Mbak Lastri tidak memakai BH. Kuremas-remas teteknya. Tangan Mbak Lastri masuk ke dalam celanaku dan mempermainkan kontolku.

"Mbak, kaosnya di lepas ya!," Pintaku.

Mbak Lastri langsung melepas kausnya sedang kan aku, kuturunkan celanaku sebatas paha hingga kontolku yang mulai tegang keluar. Aku tidak berani melepas pakaian.

"Mbak nungging dong" Aku memintanya.
"Nungging gimana? Dia bertanya untuk memastikan posisinya.

Aku atur posisi badan Mbak Lastri, lututnya menempel di lantai sedangkan badannya di atas sofa. Setelah posisinya kurasa enak, ku angkat kain yang menutupi bagian bawah tubuhnya dan ternyata dia juga tidak memakai CD. Mulai kuarahkan ke lobang memeknya, ku tekan pantatku lalu ku ayun. Sambil mengayunkan pantat, kuciumi tengkuk dan rambutnya, sedang tanganku dua-duanya meremas teteknya. Dari mulutnya ku dengar desis perlahan.

"Cen Mbak Lastri di atas yah!' Dia meminta mengubah posisi. Aku lalu duduk bersandar di atas Sofa, tubuh Mbak Lastri naik ke atas tubuhku, tangannya membimbing kontolku ke arah lubang memeknya. Di gerakannya pantatnya naik turun dan kuimbangi dengan gerakan pantatku menekan keatas apabila pantatnya menekan ke bawah.

Bibir Mbak Lastri melumat dengan rakus bibirku, sedangkan tanganku meremas-remas bongkahan pantatnya. Terkadang kuciumi teteknya dan kukenyot-kenyot pentilnya, kepalanya menengadah keatas.

Beberapa saat kemudian,

"Mbak Lastri mau keluar aahh!!" Dia berbisik ketelingaku sambil menggerakan pantatnya semakin cepat.

Aku pun merasakan hal yang sama lalu kuminta Mbak Lastri untuk memilin-milin pentil susuku. Aku semakin bergairah mengimbangi gerakan yang di lakukan Mbak Lastri. Kuciumi lagi teteknya sambil di remas-remas.

Akhirnya, saatnya tiba, Mbak Lastri menekan memeknya sedemikian rupa dan akupun menekan pantatku sampai kontolku serasa mentok. Tubuhku dan Tubuh Mbak Lastri berpelukan erat dengan mulut saling berpagutan. Spermaku keluar membanjiri memeknya. Sampai beberapa saat kami tetap saling berpelukan menikmati sisa kenikmatan.

E N D

Mbak Lastri, Kakak Sepupuku - 1

Aku seorang laki-laki berumur 29 tahun dan sudah berkeluarga dengan satu anak. Saat ini aku tinggal di daerah pinggiran Jakarta dan berdekatan dengan kakak sepupu perempuanku.

Kakak sepupu perempuanku itu namanya Lastri, aku biasa memanggilnya Mbak Lastri. Usainya sekitar 35 tahun dan sudah mempunyai 3 anak. Mbak Lastri mempunyai badan sedikit besar tapi enak dilihat, kulitnya hitam manis dengan rambutnya yang dipotong pendek. Mbak Lastri orangnya sangat terbuka, kami sering mengobrol tentang hal-hal sex.

Sebenarnya sudah dari dulu aku sangat terobsesi untuk bisa menikmati tubuh Mbak Lastri meskipun dia terhitung masih saudara dekat, tapi entah kenapa keinginan itu tak bisa aku bendung bahkan kian hari semakin besar saja. Tapi semuanya itu hanya sebatas khayalan saja karena untuk berterus terang, pada saat itu aku rasakan sangat tak mungkin.

Sebenarnya keluarga Mbak Lastri pada saat itu sedang mengalami masalah karena suaminya ternyata kawin lagi dan telah mempunyai anak, suaminya pun sangat jarang ada dirumah, hal itu aku ketahui dari Mbak Lastri sendiri ketika dia mampir ketempat kerjaku untuk sekedar mengobrol.

Aku sangat suka cara berpakaian Mbak Lastri, dia selalu memakai pakaian yang ngepas di badan hingga lekuk-lekuk tubuhnya sedikit tergambar, bentuk pantat dan payudaranya yang menonjol membuatku semakin tergila-gila.

Suatu ketika waktu Mbak Lastri datang ketempatku, aku sedang sendiri karena satu anak buahku sedang nagih sedangkan yang dua pergi ke proyek. Saat itu aku sedang iseng main komputer.

"Sendirian aja Cen, yang lain pada kemana?" Tanyanya sambil melangkah masuk lalu duduk tak begitu jauh dari tempatku.
"Iya nih Mbak, yang lain lagi pada keluar. Dari rumah apa dari mana Mbak?" Jawabku sambil melihatnya.

Saat itu Mbak Lastri memakai baju semi kaos yang agak ketat sedangkan celana bahannya menempel ketat.

"Dari rumah, sengaja kesini, pusing dirumah melulu, lagi ngapain Cen?" Matanya memandang ke arah layar monitor komputer yang memainkan video clip musik, padahal sebelumnya aku sedang menonton BF.
"Lagi iseng aja Mbak," Aku melirik padanya, dan terlihat teteknya membusung karena dia duduk dengan menyandarkan punggungnya di kursi.
"Eh Cen kalau komputer bisa nggak buat nyetel film vcd?" Mbak Lastri bertanya.
"Ya bisa dong, apalagi film BF, bisa banget. Eh.. Mbak Lastri udah pernah belum nonton BF," Kuberanikan diri memancing pembicaraan yang agak ngeres.
"Ya pernah dong, kemarin aku baru nonton di rumah Bu Bambang, dia punya banyak lho vcd BF, kadang-kadang aku pinjem buat distel di rumah, tapi aku kurang begitu suka yang dibuat-buatnya keterlaluan, aku sukanya yang apa adanya," Jawabnya.

Ternyata Mbak Lastri doyan juga nonton BF, ini kesempatan buatku, untungnya aku punya banyak file porno di komputerku hasil dari ngedownload dari internet.

"Terus kalau habis nonton Mbak Lastri kepengen gituan gimana?, kan suami Mbak Lastri sekarang jarang di rumah,"
"Ya pusing lah terus uring-uringan apalagi kalau inget suamiku lagi ngelonin yang lain makin panas aja, paling-paling ya usaha sendiri aja,"
"Usaha sendiri gimana Mbak?" Tanyaku pura-pura nggak ngerti.
"Ya usaha sendirilah dari pada nggak ada pelampiasan. Ah kamu pura-pura nggak tahu. Eh Cen kamu punya nggak film gituan,"

Ahirnya tanpa kutawari Mbak Lastri malah meminta, ini yang aku tunggu-tunggu, nonton film porno bareng Mbak Lastri pasti asik, adapun akhirnya bagaimana aku tak memikirkannya yang penting tahap awal terlalui.

"Banyak Mbak, Mbak Lastri mau yang kaya gimana?" Aku menantangnya.
"Kalau ada sih yang pemainnya orang biasa-biasa aja yang bukan bintang film porno" Kata Mbak Lastri seperti menawar.
"Wah kayaknya selera kita sama Mbak, justru yang yang biasa-biasa aja yang banyak, soalnya saya juga nggak suka yang terlalu dibikin-bikin," Kataku mengiyakan keinginannya.

Kemudian ku buka file film pornoku, aku pilih yang ku anggap bagus lalu ku jalankan di komputer. Terlihat di layar seorang wanita seumuran Mbak Lastri dengan bentuk tubuh yang sepertinya juga sama sedang merayu lelaki muda. Setelah beberapa saat, dan film yang kustel semakin hot ku lihat Mbak Lastri begitu menikmati. Mbak Lastri menarik kursi yang didudukinnya agar lebih dekat ke layar monitor, yang berarti tubuh Mbak Lastri juga semakin mendekat pada tubuhku bahkan nyaris bersinggungan. Aku semakin menikmati keadaan yang terjadi meskipun saat itu aku tetap menunggu situasi ideal seperti yang aku impikan selama ini.

"Nah film seperti ini yang Mbak Lastri Suka, eh.. Cen gedein dikit dong volumenya, nggak enak kalau nggak denger suaranya," Pinta Mbak Lastri.

Aku menuruti keinginannya yang padahal keinginanku juga, semakin asyik rasanya kalau mendengar wanita mendesah-desah menikmati persetubuhan. Diluar hujan mulai turun hingga menambah semakin erotisnya saat itu.

"Mbak Lastri, saya sudah nggak tahan nih," Akhirnya aku beranikan diri untuk memulai.

Mbak Lastri tak menjawab hanya kulihat dia menarik nafas resah matanya tak lepas dari adegan yang terjadi di layar monitor.

"Enak kayaknya yah kalo lagi begituan aku diperlakukan seperti itu. Suami Mbak Lastri sih nggak pernah deh kayak gitu, biasanya langsung tancap aja, sebentar lalu udahan, tinggal aku yang pusing sendiri," Mbak Lastri berkata ngedumel, badannya selalu bergerak-gerak resah tak mau diam, mungkin hal itu berarti Mbak Lastri sudah terkontaminasi hal-hal erotis seperti juga yang kualami akibat dari adegan-adegan penuh nafsu yang kami tonton.

Sampai pada akhirnya tanganku kujamahkan pada tangannya, kuremas pelan sambil menunggu reaksinya. Setelah aku tahu tidak ada penolakan, lalu tangannya kubimbing ke arah pangkal pahaku dan kuletakan diatas kemaluanku dengan posisi telapak tangan Mbak Lastri menghadap kebawah dalam keadaan seperti akan mencengkram kemaluanku berharap Mbak Lastri melakukannya sendiri. Karena tidak tahan, tanpa menunggu lagi akhirnya kuremas-remaskan tangan Mbak Lastri pada kontolku.

Tapi apa yang terjadi selanjutnya, Mbak Lastri malah memasukan sendiri tangannya kedalam celanaku dan meraih isinya lalu meremas dan sesekali mengocok batang kontolku, ku rasakan juga ibu jarinya kadang-kadang mengelus-elus kepala kontolku terasa agak geli tapi semakin menambah tinggi libidoku. Dalam situasi seperti itu aku tak mau tinggal diam, ku tarik tubuh Mbak Lastri agar semakin dekat hingga seperti berpelukan dengan posisi tubuh Mbak Lastri agak miring didepan tubuhku, tanganku mulai meremas-remas teteknya dari luar bajunya. Setelah puas dari luar, kumasukan kebalik bajunya dan meremasnya meskipun masih tertutup BH.

Akhirnya tanganku menelusup ke balik BH nya, kurasakan sesuatu yang empuk dan kenyal terpegang. Aku meremasnya dengan agak geregetan, kuremas-remas teteknya bergantian kiri dan kanan tak lupa pentilnya kupelintir-pelintir. Nafas Mbak Lastri ku dengar semakin menderu sedangkan tangannya tetap meremas-remas kontolku, tapi kontolku sekarang sudah berada di luar karena Mbak Lastri telah melepas kancing dan menurunkan seleting celanaku.

"Cen kalau ada orang gimana?" Mbak Lastri bertanya dengan terdengar agak khawatir.
"Tenang aja Mbak anak-anak paling cepet sore nanti baru pulang, udah gitu kan lagi hujan," Aku coba menentramkannya.
"Kita pindah ke kamar aja yuk!" Mbak Lastri akhirnya mengajaku untuk pindah ke kamar yang terletak di ruangan sebelah, tempatku beristirahat kalau siang sedangkan kalau malam dipakai untuk tidur anak-anak.
"Ayo..!," Aku mengiyakan, lalu berdiri dan mengancingkan celanaku.

Mbak Lastri berjalan duluan menuju kamar sedang aku mematikan film yang masih berlangsung dimana beberapa saat tadi sudah tidak menarik lagi karena ada yang sesuatu yang lebih menarik yang aku lakukan bersama Mbak Lastri. Tak kumatikan kompoter lalu kususul Mbak Lastri ke kamar.

Sampai di kamar kulihat Mbak Lastri sudah berbaring di atas kasur masih dengan bajunya. Kututup pintu lalu berjalan mendekatinya dan langsung ku peluk tubuhnya. Kucium bibirnya sambil lidahku kumasukan kedalam mulutnya lalu dihisapnya, kemudian gantian lidahnya ku hisap-hisap. Ciumanku kini kuarahkan kelehernya, kuciumi lehernya dan kupingnya tercium wangi farfum yang menguap dari tubunya.

"Ah.. Sshh..," Mbak Lastri mendesis-desis ketika tangan kananku kumasukan kedalam celananya, lalu kuelus-elus belahan diantara pahanya yang kurasakan berbulu tapi tidak terlalu banyak. Jari tanganku menjepit-jepit dan mencubit-cubit kelentitnya kemudian kumasukan jariku kedalam lubang senggamanya kuputar-putar dengan gerakan maju mundur.

Kulihat Mbak Lastri semakin gelisah menahan nafsunya yang semakin tinggi terkadang keluar keluahan dari mulutnya seperti orang kesakitan tapi aku yakin itu karena kenikmatan yang sedang dirasakannya.

"Ah.. Cen Mbak Lastri suka nggak tahan kalau di pegang itunya aahh.. Mbak Lastri buka aja celananya ya!" Kata Mbak Lastri sambil membuka celana dengan cara mengangkat pantanya lalu menurunkan celananya, aku membantunya dengan menarik nya sampai terlepas dari kakinya, dan tampaklah sepasang kaki gempal dengan celana dalam warna merah mudanya yang masih melekat, menutupi setangkup daerah paling sensitifnya. Ku elus-elus kedua kaki Mbak Lastri lalu kuciumi pahanya bergantian menuju ke atas ke arah selangkangannya. Tanganku berpindah-pindah antara mengelus paha mulusnya dan meremas kedua bongkahan pantatnya kenyal.

Ciumanku semakin mendekati memeknya yang masih ditutupi celana dalam. Sampai di pangkal pahanya lidahku kusapu-sapukan mengelilingi daerah sekitar kemaluannya, kuciumi permukaan memeknya dari atas celana dalamnya, kemudian pelan-pelan kutarik CD nya dari arah belakang, sedangkan bibir dan lidahku tetap menciumi daerah sekitar selangkangannya. Setelah CD Mbak Lastri terlepas, tampaklah belahan memeknya yang dihiasi bulu-bulu yang tidak telalu tebal. Kupandangi sebentar, kuarahkan bibirku ke kemaluannya kuciumi dan kusapu-sapukan lidahku, sedangkan kelentitnya ku kenyot-kenyot dan kujepit dengan bibirku. Hidungku mencium aroma kemaluan Mbak Lastri yang unik membuatku semakin bernafsu.

"Memek Mbak Lastri wangi pake apa Mbak?" Tanyaku pada Mbak Lastri.

Mbak Lastri tak menjawab hanya desahan yang keluar dari mulutnya.

"Aahh.. Terus.. Ahh," Mbak Lastri mencercercau dan bergerak-gerak sedikit liar, terkadang pantatnya dinaikan keatas hingga kepalaku ikut terangkat, tangannya meremas-remas rambutku, terkadang menekan kepalaku ke arah kemaluannya. Lidahku kini kutusuk-tusukkan kedalam memeknya yang sudah berlendir hingga semakin basah bercampur dengan air liurku. Jari tanganku mengelus-elus lubang duburnya lalu kumasukan juga ke dalam vaginanya, kuputar-putar jariku dalam memek Mbak Lastri lalu kugerakkan maju mundur. Terkadang kelentitnya kutarik dan kukenyot-kenyot.

"Enak nggak Mbak?" Tanyaku sambil wajahku tengadah untuk melihat wajahnya.

Mata Mbak Lastri sedikit merem dan bibir bawahnya sedikit digigit.

"Heueuh enak banget Cen, Mbak Lastri belum pernah diginiin sama suami Mbak Lastri aahh.." Jawab Mbak Lastri.

Sambil terus menciumi vaginanya yang harum tanganku menulusup kebalik bajunya, kuangkat BH nya keatas teteknya. Kupegang dan kuremas-remas teteknya dan kupilin-pilin pentilnya bergantian.

"Cen buka dong bajunya!" Pinta Mbak Lastri padaku.

Kuhentikan kegiatanku, kulepas semua yang menempel di tubuhku, sementara itu Mbak Lastri juga melepas baju dan BH nya, dan sekarang aku dan Mbak Lastri sudah sama-sama bugil. Kupeluk lagi Mbak Lastri kuciumi bibirnya, kuremas-remas teteknya, kupermainkan vaginanya dengan cara memilin-milin kelentitnya dan memasukan dan memutar-mutarkan jariku didalamnya. Sementara itu tangan Mbak Lastri memegang, mengelus-elus dan terkadang mengocok kontolku yang sudah tegang.

Ke bagian 2

Mbak Lala, Istri Sepupuku

Bekerja sebagai auditor di perusahaan swasta memang sangat melelahkan. Tenaga, pikiran, semuanya terkuras. Apalagi kalau ada masalah keuangan yang rumit dan harus segera diselesaikan. Mau tidak mau, aku harus mencurahkan perhatian ekstra. Akibat dari tekanan pekerjaan yang demikian itu membuatku akrab dengan gemerlapnya dunia malam terutama jika weekend. Biasanya bareng teman sekantor aku berkaraoke untuk melepaskan beban. Kadang di 'Manhattan', kadang di 'White House', dan selanjutnya, benar-benar malam untuk menumpahkan "beban". Maklum, aku sudah berkeluarga dan punya seorang anak, tetapi mereka kutinggalkan di kampung karena istriku punya usaha dagang di sana.

Tapi lama kelamaan semua itu membuatku bosan. Ya..di Jakarta ini, walaupun aku merantau, ternyata aku punya banyak saudara dan karena kesibukan (alasan klise) aku tidak sempat berkomunikasi dengan mereka. Akhirnya kuputuskan untuk menelepon Mas Adit, sepupuku. Kami pun bercanda ria, karena lama sekali kami tidak kontak. Mas Adit bekerja di salah satu perusahaan minyak asing, dan saat itu dia kasih tau kalau minggu depan ditugaskan perusahaannya ke tengah laut, mengantar logistik sekaligus membantu perbaikan salah satu peralatan rig yang rusak. Dan dia memintaku untuk menemani keluarganya kalau aku tidak keberatan. Sebenernya aku males banget, karena rumah Mas Adit cukup jauh dari tempat kostku Aku di bilangan Ciledug, sedangkan Mas Adit di Bekasi. Tapi entah mengapa aku mengiyakan saja permintaannya, karena kupikir-pikir sekalian silaturahmi. Maklum, lama sekali tidak jumpa.

Hari Jumat minggu berikutnya aku ditelepon Mas Adit untuk memastikan bahwa aku jadi menginap di rumahnya. Sebab kata Mas Adit istrinya, Mbak Lala, senang kalau aku mau datang. Hitung-hitung buat teman ngobrol dan teman main anak-anaknya. Mereka berdua sudah punya anak laki-laki dua orang. Yang sulung kelas 4 SD, dan yang bungsu kelas 1 SD. Usia Mas Adit 40 tahun dan Mbak Lala 38 tahun. Aku sendiri 30 tahun. Jadi tidak beda jauh amat dengan mereka. Apalagi kata Mbak Lala, aku sudah lama sekali tidak berkunjung ke rumahnya. Terutama semenjak aku bekerja di Jakarta ini Ya, tiga tahun lebih aku tidak berjumpa mereka. Paling-paling cuma lewat telepon.

Setelah makan siang, aku telepon Mbak Lala, janjian pulang bareng Kami janjian di stasiun, karena Mbak Lala biasa pulang naik kereta. "kalau naik bis macet banget. Lagian sampe rumahnya terlalu malem", begitu alasan Mbak Lala. Dan jam 17.00 aku bertemu Mbak Lala di stasiun. Tak lama, kereta yang ditunggu pun datang. Cukup penuh, tapi aku dan Mbak masih bisa berdiri dengan nyaman. Kamipun asyik bercerita, seolah tidak mempedulikan kiri kanan.

Tapi hal itu ternyata tidak berlangsung lama Lepas stasiun J, kereta benar-benar penuh. Mau tidak mau posisiku bergeser dan berhadapan dengan Mbak Lala. Inilah yang kutakutkan..! Beberapa kali, karena goyangan kereta, dada montok Mbak Lala menyentuh dadaku. Ahh..darahku rasanya berdesir, dan mukaku berubah agak pias. Rupanya Mbak Lala melihat perubahanku dan ?ini konyolnya- dia mengubah posisi dengan membelakangiku. Alamaakk.. siksaanku bertambah..! Karena sempitnya ruangan, si "itong"-ku menyentuh pantatnya yang bulat manggairahkan. Aku hanya bisa berdoa semoga "itong" tidak bangun. Kamipun tetap mengobrol dan bercerita untuk membunuh waktu. Tapi, namanya laki-laki normal apalgi ditambah gesekan-gesekan yang ritmis, mau tidak mau bangun juga "itong"-ku. Makin lama makin keras, dan aku yakin Mbak Lala bisa merasakannya di balik rok mininya itu.

Pikiran ngeresku pun muncul, seandainya aku bisa meremas dada dan pinggulnya yang montok itu.. oh.. betapa nikmatnya. Akhirnya sampai juga kami di Bekasi, dan aku bersyukur karena siksaanku berakhir. Kami kemudian naik angkot, dan sepanjang jalan Mbak Lala diam saja. Sampai dirumah, kami beristirahat, mandi (sendiri-sendiri, loh..) dan kemudian makan malam bersama keponakanku. Selesai makan malam, kami bersantai, dan tak lama kedua keponakanku pun pamit tidur.

"Ndrew, Mbak mau bicara sebentar", katanya, tegas sekali.
"Iya mbak.. kenapa", sahutku bertanya. Aku berdebar, karena yakin bahwa Mbak akan memarahiku akibat ketidaksengajaanku di kereta tadi.
"Terus terang aja ya. Mbak tau kok perubahan kamu di kereta. Kamu ngaceng kan?" katanya, dengan nada tertahan seperti menahan rasa jengkel.
"Mbak tidak suka kalau ada laki-laki yang begitu ke perempuan. Itu namanya pelecehan. Tau kamu?!"
"MMm.. maaf, mbak..", ujarku terbata-bata.
"Saya tidak sengaja. Soalnya kondisi kereta kan penuh banget. Lagian, nempelnya terlalu lama.. ya.. aku tidak tahan"
"Terserah apa kata kamu, yang jelas jangan sampai terulang lagi. Banyak cara untuk mengalihkan pikiran ngeres kamu itu. Paham?!" bentak Mbak Lisa.
"Iya, Mbak. Saya paham. Saya janji tidak ngulangin lagi"
"Ya sudah. Sana, kalau kamu mau main PS. Mbak mau tidur-tiduran dulu. kalau pengen nonton filem masuk aja kamar Mbak." Sahutnya. Rupanya, tensinya sudah mulai menurun.

Akhirnya aku main PS di ruang tengah. Karena bosan, aku ketok pintu kamarnya. Pengen nonton film. Rupanya Mbak Lala sedang baca novel sambil tiduran. Dia memakai daster panjang. Aku sempat mencuri pandang ke seluruh tubuhnya. Kuakui, walapun punya anak dua, tubuh Mbak Lala betul-betul terpelihara. Maklumlah, modalnya ada. Akupun segera menyetel VCD dan berbaring di karpet, sementara Mbak Lala asyik dengan novelnya.

Entah karena lelah atau sejuknya ruangan, atau karena apa akupun tertidur. Kurang lebih 2 jam, dan aku terbangun. Film telah selesai, Mbak Lala juga sudah tidur. Terdengar dengkuran halusnya. Wah, pasti dia capek banget, pikirku.

Saat aku beranjak dari tiduranku, hendak pindah kamar, aku terkesiap. Posisi tidur Mbak Lala yang agak telungkup ke kiri dengan kaki kana terangkat keatas benar-benar membuat jantungku berdebar. Bagaimana tidak? Di depanku terpampang paha mulus, karena dasternya sedikti tersingkap. Mbak Lala berkulti putih kemerahan, dan warna itu makin membuatku tak karuan. Hatiku tambah berdebar, nafasku mulai memburu.. birahiku pun timbul..

Perlahan, kubelai paha itu.. lembut.. kusingkap daster itu samapi pangkal pahanya.. dan.. AHH.. "itong"-ku mengeras seketika. Mbak Lala ternyata memakai CD mini warna merah.. OHH GOD.. apa yang harus kulakukan.. Aku hanya menelan ludah melihat pantatnya yang tampak menggunung, dan CD itu nyaris seperti G-String. Aku bener-bener terangsang melihat pemandangan indah itu, tapi aku sendiri merasa tidak enak hati, karena Mbak Lala istri sepupuku sendiri, yang mana sebetulnya harus aku temani dan aku lindungi dikala suaminya sedang tidak dirumah.

Namun godaan syahwat memang mengalahkan segalanya. Tak tahan, kusingkap pelan-pelan celana dalamnya, dan tampaklah gundukan memeknya berwarna kemerahan. Aku bingung.. harus kuapakan.. karena aku masih ada rasa was-was, takut, kasihan.. tapi sekali lagi godaan birahi memang dahsyat.Akhirnya pelan-pelan kujilati memek itu dengan rasa was-was takut Mbak Lala bangun. Sllrrpp.. mmffhh.. sllrrpp.. ternyata memeknya lezat juga, ditambah pubic hair Mbak Lala yang sedikit, sehingga hidungku tidak geli bahkan leluasa menikmati aroma memeknya.

Entah setan apa yang menguasai diriku, tahu-tahu aku sudah mencopot seluruh celanaku. Setelah "itong"-ku kubasahi dengan ludahku, segera kubenamkan ke memek Mbak Lala. Agak susah juga, karena posisinya itu. Dan aku hasrus ekstra hati-hati supaya dia tidak terbangun. Akhirnya "itongku"-ku berhasil masuk. HH.. hangat rasanya.. sempit.. tapi licin.. seperti piston di dalam silinder. Entah licin karena Mbak Lala mulai horny, atau karena ludah bekas jilatanku.. entahlah. Yang pasti, kugenjot dia.. naik turun pelan lembut.. tapi ternyata nggak sampai lima menit. Aku begitu terpukau dengan keindahan pinggul dan pantatnya, kehalusan kulitnya, sehingga pertahananku jebol. Crroott.. ccrroott.. sseerr.. ssrreett.. kumuntahkan maniku di dalam memek Mbak Lala. Aku merasakan pantatnya sedikit tersentak. Setelah habis maniku, pelan-pelan dengan dag-dig-dug kucabut penisku.

"Mmmhh.. kok dicabut tititnya.." suara Mbak Lala parau karena masih ngantuk.
"Gantian dong..aku juga pengen.."
Aku kaget bukan main. Jantungku tambah keras berdegup.
"Wah.. celaka..", pikirku.
"Ketahuan, nich.." Benar saja! Mbak Lala mambalikkan badannya. Seketika dia begitu terkejut dan secara refleks menampar pipiku. Rupanya dia baru sadar bahwa yang habis menyetubuhinya bukan Mas Adit, melainkan aku, sepupunya.
"Kurang ajar kamu, Ndrew", makinya.
"KELUAR KAMU..!"

Aku segera keluar dan masuk kamar tidur tamu. Di dalam kamar aku bener-bener gelisah.. takut.. malu.. apalagi kalau Mbak Lala sampai lapor polisi dengan tuduhan pemerkosaan. Wah.. terbayang jelas di benakku acara Buser.. malunya aku.

Aku mencoba menenangkan diri dengan membaca majalah, buku, apa saja yang bisa membuatku mengantuk. Dan entah berapa lama aku membaca, aku pun akhirnya terlelap. Seolah mimpi, aku merasa "itong"-ku seperti lagi keenakan. Serasa ada yang membelai. Nafas hangat dan lembut menerpa selangkanganku. Perlahan kubuka mata.. dan..

"Mbak Lala..jangan", pintaku sambil aku menarik tubuhku.
"Ndrew.." sahut Mbak Lala, setengah terkejut.
"Maaf ya, kalau tadi aku marah-marah. Aku bener-bener kaget liat kamu tidak pake celana, ngaceng lagi."
"Terus, Mbak maunya apa?" taku bertanya kepadaku. Aneh sekali, tadi dia marah-marah, sekarang kok.. jadi begini..
"Terus terang, Ndrew.. habis marah-marah tadi, Mbak bersihin memek dari sperma kamu dan disiram air dingin supaya Mbak tidak ikutan horny. Tapi.. Mbak kebayang-bayang titit kamu. Soalnya Mbak belum pernah ngeliat kayak punya kamu. Imut, tapi di meki Mbak kerasa tuh." Sahutnya sambil tersenyum.

Dan tanpa menunggu jawabanku, dikulumnya penisku seketika sehingga aku tersentak dibuatnya. Mbak Lala begitu rakus melumat penisku yang ukurannya biasa-biasa saja. Bahkan aku merasakan penisku mentok sampai ke kerongkongannya. Secara refleks, Mbak naik ke bed, menyingkapkan dasternya di mukaku. Posisii kami saat ini 69. Dan, Ya Tuhan, Mbak Lala sudah melepas CD nya. Aku melihat memeknya makin membengkak merah. Labia mayoranya agak menggelambir, seolah menantangku untuk dijilat dan dihisap. Tak kusia-siakan, segera kuserbu dengan bibirku..

"SSshh.. ahh.. Ndrew.. iya.. gitu.. he-eh.. Mmmffhh.. sshh.. aahh" Mbak Lala merintih menahan nikmat. Akupun menikmati memeknya yang ternyata bener-bener becek. Aku suka sekali dengan cairannya.
"Itilnya.. dong.. Ndrew.. mm.. IYAA.. AAHH.. KENA AKU.. AMPUUNN NDREEWW.."
Mbak Lala makin keras merintih dan melenguh. Goyangan pinggulnya makin liar dan tak beraturan. Memeknya makin memerah dan makin becek. Sesekali jariku kumasukkan ke dalamnya sambil terus menghisap clitorisnya. Tapi rupanya kelihaian lidah dan jariku masih kalah dengan kelihaian lidah Mbak Lala. Buktinya aku merasa ada yang mendesak penisku, seolah mau menyembur.

"Mbak.. mau keluar nih.." kataku.
Tapi Mbak Lala tidak mempedulikan ucapanku dan makin ganas mengulum batang penisku. Aku makin tidak tahan dan.. crrootts.. srssrreett.. ssrett.. spermaku muncrat di muutu Mbak Lala. Dengan rakusnya Mbak Lala mengusapkan spermaku ke wajahnya dan menelan sisanya.

"Ndrewww.. kamu ngaceng terus ya.. Mbak belum kebagian nih.." pintanya.
Aku hanya bisa mmeringis menahan geli, karena Mbak Lala melanjutkan mengisap penisku. Anehnya, penisku seperti menuruti kemauan Mbak Lala. Jika tadi langsung lemas, ternyata kali ini penisku dengan mudahnya bangun lagi. Mungkin karena pengaruh lendir memek Mbak Lala sebab pada saat yang sama aku sibuk menikmati itil dan cairan memeknya, aku jadi mudah terangsang lagi.

Tiba-tiba Mbak Lala bangun dan melepaskan dasternya.
"Copot bajumu semua, Ndrew" perintahnya.
Aku menuruti perintahnya dan terperangah melihat pemandangan indah di depanku. Buah dada itu membusung tegak. Kuperkirakan ukurannya 36B. Puting dan ariolanya bersih, merah kecoklatan, sewarna kulitnya. Puting itu benar-benar tegak ke atas seolah menantang kelelakianku untuk mengulumnya. Segera Mbak Lala berlutut di atasku, dan tangannya membimbing penisku ke lubang memeknya yang panas dan basah. Bless.. sshh..
"Aduhh.. Ndrew.. tititmu keras banget yah.." rintihnya.
"kok bisa kayak kayu sih..?"
Mbak Lala dengan buasnya menaikturunkan pantatnya, sesekali diselingi gerkan maju mundur. Bunyi gemerecek akibat memeknya yang basah makin keras. Tak kusia-siakan, kulahap habis kedua putingnya yang menantang, rakus. Mbak Lala makin keras goyangnya, dan aku merasakan tubuh dan memeknya makin panas, nafasnya makin memburu. Makin lama gerakan pinggul Mbak Lala makin cepat, cairan memeknya membanjir, nafasnya memburu dan sesaat kurasakan tubuhnya mengejang.. bergetar hebat.. nafasnynya tertahan.

"MMFF.. SSHSHH.. AAIIHH.. OUUGGHH.. NDREEWW.. MBAK KELUAARR.. AAHHSSHH.."
Mbak Lala menjerit dan mengerang seiring dengan puncak kenikmatan yang telah diraihnya. Memeknya terasa sangat panas dan gerakan pinggulnya demikian liar sehingga aku merasakan penisku seperti dipelintir. Dan akhirnya Mbak Lala roboh di atas dadaku dengan ekspresi wajah penuh kepuasan. Aku tersenyum penuh kemenangan sebab aku masih mampu bertahan..

Tak disangka, setelah istirahat sejenak, Mbak Lala berdiri dan duduk di pinggir spring bed. Kedua kakinya mengangkang, punggungnya agak ditarik ke belakang dan kedua tangannya menyangga tubuhnya.
"Ndrew, ayo cepet masukin lagi. Itil Mbak kok rasanya kenceng lagi.." pintanya setengah memaksa.
Apa boleh buat, kuturuti kemauannya itu. Perlahan penisku kugosok-gosokkan ke bibir memek dan itilnya. Memek Mbak Lala mulai memerah lagi, itilnya langsung menegang, dan lendirnya tampak mambasahi dinding memeknya.
"SShh.. mm.. Ndrew.. kamu jail banget siicchh.. oohh.." rintihnya.
"Masukin aja, yang.. jangan siksa aku, pleeaassee.." rengeknya.

Mendengar dia merintih dan merengek, aku makin bertafsu. Perlahan kumasukkan penisku yang memang masih tegak ke memeknya yang ternyata sangat becek dan terasa panas akibat masih memendam gelora birahi. Kugoyang maju mundur perlahan, sesekali dengan gerakan mencangkul dan memutar. Mbak Lala mulai gelisah, nafasnya makin memburu, tubuhnya makin gemetaran. Tak lupa jari tengahku memainkan dan menggosok clitorisnya yang ternyata benar-benar sekeras dan sebesar kacang. Iseng-iseng kucabut penisku dari liang surganya, dan tampaklah lubang itu menganga kemerahan.. basah sekali..

Gerakan jariku di itilnya makin kupercepat, Mbak Lala makin tidak karuan gerakannya. Kakinya mulai kejang dan gemetaran, demikian pula sekujur tubuhnya mulai bergetar dan mengejang bergantian. Lubang memek itu makin becek, terlihat lendirnya meleleh dengan derasnya, dan segera saja kusambar dengan lidahku.. direguk habis semua lendir yang meleleh. Tentu saja tindakanku ini mengagetkan Mbak Lala, terasa dari pinggulnya yang tersentak keras seiring dengan jilatanku di memeknya.

Kupandangi memek itu lagi, dan aku melihat ada seperti daging kemerahan yang mencuat keluar, bergerinjal berwarna merah seolah-olah hendak keluar dari memeknya. Dan nafas Mbak Lala tiba-tiba tertahan diiringi pekikan kecil.. dan ssrr.. ceerr.. aku merasakan ada cairan hangat muncrat dari memeknya.

"Mbak.. udah keluar?", tanyaku.
"Beluumm.., Ndreew.. ayo sayang.. masukin kontol kamu.. aku hampir sampaaii.." erangnya.
Rupanya Mbak Lala sampai terkencing-kencing menahan nikmat.

Akibat pemandangan itu aku merasa ada yang mendesak ingin keluar dari penisku, dan segera saja kugocek Mbak Lala sekuat tenaga dan secepat aku mampu, sampai akhirnya..

"NDREEWW.. AKU KELUAARR.. OOHH.. SAYANG.. MMHH.. AAGGHH.. UUFF..", Mbak Lala menjerit dan mengerang tidak karuan sambil mengejang-ngejang.
Bola matanya tampak memutih, dan aku merasa jepitan di penisku begitu kuat. Akhirnya bobol juga pertahananku..

"Mbak.. aku mau muncrat nich.." kataku.
"Keluarin sayang.. ayo sayang, keluarin di dalem.. aku pengen kehangatan spermamu sekali lagi.." pintanya sambil menggoyangkan pinggulnya, menepuk pantatku dan meremas pinggulnya.
Seketika itu juga.. Jrruuoott.. jrroott.. srroott..
"Mbaakk.. MBAAKK.. OOGGHH.. AKU MUNCRAT MBAAKK.." aku berteriak.
"Hmm.. ayo sayang.. keluarkan semua.. habiskan semua.. nikmati, sayang.. ayo.. oohh.. hangat.. hangat sekali spermamu di rahimku.. mmhh.." desah Mbak Lala manja menggairahkan.
Akupun terkulai diatas tubuh moleknya dengan nafas satu dua. Benar-benar malam jahanam yang melelahkan sekaligus malam surgawi.

"Ndrew, makasih ya.. kamu bisa melepaskan hasratku.." Mbak Lala tersenyum puas sekali..
"He-eh.. Mbak.. aku juga.." balasku.
"Aku juga makasih boleh menikmati tubuh Mbak. Terus terang, sejak ngeliat Mbak, aku pengen bersetubuh dengan Mbak. Tapi aku sadar itu tak mungkin terjadi. Gimana dengan keluarga kita kalau sampai tahu."
"Waahh.. kurang ajar juga kau ya.." kata Mbak Lala sambil memencet hidungku.
"Aku tidak nyangka kalau adik sepupuku ini pikirannya ngesex melulu. Tapi, sekarang impian kamu jadi kenyataan kan?"
"Iya, Mbak. Makasih banget.. aku boleh menikmati semua bagian tubuh Mbak." Jawabku.
"Kamu pengalaman pertamaku, Ndrew. Maksud Mbak, ini pertama kali Mbak bersetubuh dengan laki-laki selain Mas Adit. tidak ada yang aneh kok. Titit Mas Adit jauh lebih besar dari punya kamu. Mas Adit juga perkasa, soalnya Mbak berkali-kali keluar kalau lagi join sama masmu itu" sahutnya.
"Terus, kok keliatan puas banget? Cari variasi ya?" aku bertanya.
"Ini pertama kalinya aku sampai terkencing-kencing menahan nikmatnya gesekan jari dan tititmu itu. Suer, baru kali ini Mbak sampai pipisin kamu segala. Kamu nggak jijik?"
"Ooohh.. itu toh..? Kenapa harus jijik? Justru aku makin horny.." aku tersenyum.

Kami berpelukan dan akhirnya terlelap. Kulihat senyum tersungging di bibir Mbak Lalaku tersayang..

Tamat

Mbak Irma

"Hey kok ada di sini!" Kami sama-sama kaget ketika sore itu bertemu di front desk sebuah hotel terbaik di Yogyakarta.
"Baru datang?, Mbak Irma sama siapa?" tanyaku.
"Sendiri," jawabnya, "Udah berapa lama disini?" ia balik bertanya.
Mbak Irma adalah istri kakak iparku. Ia baru datang mendapat tugas mendadak dari kantornya dan besok sore sudah pulang lagi ke Jakarta. Sedangkan aku baru pulang dari tempat kerja, sudah tiga hari di Yogya dari rencananya seminggu. Karir Mbak Irma di kantornya memang cukup baik, bahkan penghasilannya jauh lebih baik ketimbang suaminya. Jika bertemu aku, ia cukup antusias membicarakan masalah-masalah pekerjaan. Sedangkan suaminya biasanya diam saja mendengarkan dan tidak bisa mengikuti pembicaraan.

Mbak Irma mempunyai paras yang cantik, tetapi yang lebih mengundang pikiran jorok para lelaki adalah tubuhnya yang mungil dan sintal amat seksi. Menyadari kelebihannya itu, ia selalu memakai celana panjang dan baju-baju atau kaos yang ketat. Seakan sengaja mempertontonkan buah dada dan lekukan-lekukan indah tubuhnya. Terus terang setiap bertemu atau berbicara dengannya aku tidak kuat lama-lama menatapnya. Aku seringkali berpaling ke arah lain kalau berbicara dengannya. Keadaan itu justru membuat janggal hubungan kami. Mbak Irma seakan mengerti usahaku untuk menjinakkan liar mataku. Aku hampir tak pernah bisa bicara dengannya secara santai. Parasnya yang sensual selalu membuatku gelisah. Pernah suatu saat aku mencoba untuk bersikap santai berbicara sambil menatap matanya yang bening. Tetapi lama-kelamaan mataku terasa berat kemudian semakin berat lagi seolah menahan beban puluhan ton. Akhirnya mataku merasa capai sehingga kemudian pandanganku turun, kemudian turun lagi dan berhenti pada buah dadanya yang menyembul di balik kaosnya yang ketat. Aku menarik nafas panjang sebelum kemudian tersadar kembali. Akan tetapi kesadaran itu sudah terlambat, Mbak Irma telah menangkap basah kelakuan mataku yang nakal. Entah apa yang dipikirkan Mbak Irma saat itu. Ia kemudian merubah posisi duduknya. Setelah kejadian itu aku semakin tidak berani menatap Mbak Irma.

Akan tetapi sekarang Mbak Irma ada di depanku. Setelah check in, aku membantu Mbak Irma membawakan tasnya ke kamarnya. Ketika berjalan di lorong hotel, aku sempat memperhatikan pantat Mbak Irma yang sintal seolah meliuk-liuk menggoda kejantananku. "Lumayan juga hotelnya," ujarnya sambil memperhatikan sekeliling kamar. Setelah menyimpan barang-barangnya di lemari, aku kemudian duduk di kursi menghadap ke tempat tidur. Sementara itu Mbak Irma kemudian melepaskan jaketnya sehingga kini yang tersisa adalah tang top-nya yang berwarna hitam dengan celana ketatnya berwarna hitam juga. Dengan baju yang relatif minim itu, kini belahan dada dan pangkal lengan Mbak Irma semakin terbuka. Aku mengagumi begitu mulus dan putihnya tubuh Mbak Irma.

"Aduh capai juga," gumannya. Setelah minum aqua yang tersedia di meja kecil kemudian dia berjalan menghampiri tempat tidur. Tidak disangka-sangka ia kemudian membalikkan badannya kemudian merebahkan badannya di tempat tidur sementara kakinya menggantung ke lantai. Apa yang terlihat adalah onggokan kewanitaannya yang menyembul di balik celananya yang relatif tipis. Bahkan belahan diantara dua bibir kemaluannya pun tampak dengan jelas terlihat. Suasana dalam kamar yang hening dan nyaman itu ikut membantu meningkatkan nafsuku. Detak jantungku semakin terasa memburu. Aku merasakan ada aliran panas antara jantung sampai ke tenggorokan. Nafasku menjadi tersengal-sengal. Beberapa kali aku menarik nafas panjang mencoba menenangkan diri. Kejantanan dan sekitarnya terasa panas dan kaku atau entah apa rasanya.

Kini kepalaku terasa pusing, mungkin peredaran darahku menjadi tidak teratur. Dalam keadaan tersebut pikiran warasku telah terbang entah ke mana. Aku mencoba lagi sekuat tenaga untuk mengendalikan diri, terlintas di pikiranku untuk segera lari secepat kilat menerjang pintu menjauhi situasi yang sangat menyiksa itu. Akan tetapi semakin lama aku semakin tidak dapat mengendalikan diri. Dalam pikiranku, aku ingin berbuat sesuatu. Kalaulah nanti terjadi apa-apa dan Mbak Irma marah, aku akan segera balik menyalahkan Mbak Irma, kenapa bersikap begitu, mengundang nafsuku sebagai laki-laki yang normal. Tekadku sekarang telah terfokus. Aku ingin meraba onggokan indah di selangkang Mbak Irma itu. Akan tetapi tanganku kini menjadi kaku. Seakan erat menempel pada sandaran kursi. Akan tetapi kepalaku yang sudah semakin pusing dan darahku yang semakin mendidih telah mendorongku untuk berbuat nekat.

Setelah aku berdiri, tampaklah wajah sensual Mbak Irma beserta dua payudaranya yang montok. Matanya menatapku, mestinya dia tahu gelagatnya bahwa aku sedang mendekatinya. Kalaulah dia akan menolak, semestinya dia segera merubah posisi tubuhnya pikirku. Akan tetapi ia hanya menatapku. Berarti dia tidak menghindar terhadap semua kemungkinan yang akan terjadi pikirku. Tanpa basa-basi aku mengelus onggokan yang kuimpikan itu, kemudian aku berjongkok mencium onggokan itu dalam-dalam. Aku menciumnya dengan nafas yang panjang sampai paru-paruku penuh. Betul juga dugaanku, dia tidak marah. Dia menggelinjang sebentar, tanpa merubah posisi tubuhnya. Setelah menciumnya dengan penuh kelembutan, aku bangkit kembali, kemudian merayap di tempat tidur menghampiri wajahnya.
"Mbak aku nggak tahan.." ucapku mesra.
"Ah Ronny.." sahutnya.
"Mbak, aku ingin menyetubuhimu," godaku.
Sengaja aku mengucapkan kata-kata jorok untuk membangkitkan birahinya. Dia tertawa kecil.
"Ron, seharusnya jadwalku ke Yogya baru minggu depan, tetapi sengaja kupercepat menjadi hari ini setelah tahu bahwa kamu ada di sini," ucapnya.
Nah lo. Pengakuannya bagaikan guntur yang menggema ke seluruh ruangan. Berarti dia ingin ketemu aku.

"Mbak.." gumanku. Aku segera merangkulnya kemudian menyeret tubuhnya ke atas sehingga seluruh tubuhnya kini berada di atas kasur. Aku memeluknya, menindihnya, kemudian menciumi pipi kiri dan kanannya penuh kemesraan. Sedangkan kedua tangan Mbak Irma merangkul pundakku, erat sekali. Nafas kami sama-sama memburu. Terasa kenyal buah dadanya. Lama aku menggumulinya, menciumi lehernya kemudian bawah telinganya baik kiri maupun kanan. Kami sama-sama menarik nafas panjang. Mbak Irma ternyata sangat bernafsu. Bibir sensualnya menyambar bibirku, kemudian kami saling mengulum. Tampaknya ia mencari lidahku, kemudian kujulurkan dan langsung dia hisap dalam-dalam. Tangan Mbak Irma terus merayap-rayap di sekitar punggungku. Kini selangkangan Mbak Irma terasa bergerak mengangkat ke atas dan ke bawah.

Kemudian aku duduk, kupelorotkan celana panjangnya berbarengan dengan CD-nya sampai benar-benar terlepas. Tidak begitu susah karena karet di sekitar pinggang celananya yang lentur, demikian juga Mbak Irma ikut membantu. Gila benar. Di hadapanku terhampar pemandangan surga dunia nan indah. Kulitnya sangat mulus, putih bersih bagaikan pualam. Sementara di sekitar lubang surganya ditumbuhi bulu-bulu tipis nan halus. Sementara bibir surganya sangat indah, mungil berwarna merah kecoklatan. Aku segera mengulum bibir surganya itu. Aku remas-remas menggunakan bibirku. Kembali aku melumat bibir-bibir surganya itu dengan buasnya. Kedua kakinya kemudian ditekuk sehingga telapaknya menapak di tempat tidur. Mbak Irma menggelinjang-gelinjang naik turun. "Oh.. oh.. oh, Rud.." Aku segera menjulurkan lidah menyapu lubang surganya dari bawah sampai ke atas. Sedangkan kedua tanganku memegangi kedua paha mungilnya. Lidahku kemudian berputar-putar di sekitar klitorisnya. Gerakan pinggulnya semakin lincah lagi demikian juga nafasnya semakin memburu. Tidak lama kemudian kedua kakinya rapat menjepit kepalaku diiringi erangan panjang yang memilukan. "Oh.." Terasa ada cairan hangat mengalir dari lubang kenikmatannya. Ternyata Mbak Irma telah mencapai orgasmenya. Aku menghentikan semua aktivitasku sampai tubuh Mbak Irma lunglai. Kakinya kemudian dijulurkan lagi.

Sejenak kemudian Mbak Irma duduk, ia membuka dasi yang masih mengikat di leherku, kemudian kancing bajuku satu-satu ia lepaskan. Akupun kemudian membuka baju dan BH-nya. Wow.. Tampaklah payudara yang montok menggantung kencang di dadanya. Aku tak habis pikir, mengapa tubuh Mbak Irma begitu bagusnya. Kemudian Mbak Irma meraih ikat pinggangku, melepaskannya kemudian celanaku pun ia pelorotkan. Akirnya kami sama-sama telanjang. Sementara itu senjataku sudah tegak berdiri. Aku langsung menyambar dan melumat payudara yang ranum itu dengan rakusnya. Kemudian mendorong Mbak Irma sehingga rebah kembali. Namun Mbak Irma meronta berusaha merubah posisinya, setelah kuberi kesempatan ternyata ia berputar membentuk posisi 69, kemudian ia mengulum kejantananku. Aku menggelinjang merasakan nikmatnya permainan bibir mungilnya. Sementara itu, aku menikmati indahnya pantat Mbak Irma kemudian meremas-remasnya. Mbak Irma pandai sekali memainkan lidah dan bibirnya mengocok kejantananku. Aku menggelinjang-gelinjang lagi merasakan nikmatnya yang tiada tara. Untuk mengimbangi permainan Mbak Irma yang luar biasa, kemudian aku memainkan lubang kenikmatannya yang sudah basah tidak karuan. Kemudian aku kocok menggunakan jari tengahku. Rupanya Mbak Irma sudah tidak tahan.

Mbak Irma bergerak merubah posisinya kemudian duduk di sampingku yang kini terlentang. "Ronn.. masukin yah," pintanya memelas. Aku hanya mampu tersenyum. Mbak Irma kemudian mengangkang di selangkanganku. Ia membimbing dan mengarahkan kejantananku ke lubang kenikmatannya. Kemudian perlahan-lahan menurunkan pantatnya. Setelah kepala kejantananku masuk, kemudian ia mengeluarkannya lagi dan kemudian mengocoknya kembali. Kejantananku semakin dalam menerobos lubang kenikmatannya yang mungil. Semakin dalam semakin terasa nikmat sekali pijitan-pijitan lubang kenikmatannya. Aku tak dapat lagi menceritakan bagaimana nikmatnya saat itu, apalagi Mbak Irma adalah fantasiku selama ini. Kedua payudaranya kuremas-remas. Gerakan Mbak Irma semakin liar. Desahannya semakin kencang. "Oh.. oh.. oh.." Ia terus mengocok kejantananku. Semakin kencang. Semakin kencang lagi. Akhirnya Mbak Irma menjatuhkan badannya ke dadaku. Wajahnya lekat diselusupkan di leherku. Nafasnya tersengal-sengal. Sementara pantatku terus kudorong ke atas. "Ron aku mau keluar.." desahnya tertahan. "Aku juga Ir.." jawabku. Tak lama kemudian kami sama-sama mencapai klimaksnya. Terasa lubang kenikmatannya berdenyut-denyut meremas kejantananku. Kami sama-sama lunglai. Mbak Irma tertidur dalam pelukan di dadaku.

Sekitar sejam kemudian kami sama-sama kaget terbangun oleh dering suara telepon. Ternyata HP Mbak Irma yang berbunyi. Mbak Irma kemudian menjawabnya, "Hallo Pap.." Ternyata telepon dari kakak iparku, suaminya. Ia duduk dengan kaki kirinya bersila sementara kaki kanannya ditekuk tegak. Ia merunduk menempelkan HP di telinganya. Rambutnya terurai menutupi wajahnya. Kemudian ia menyibakkan rambutnya. Tampak sekali lagi wajah sensualnya seperti yang selama ini kulihat. Tapi kali ini aku melihatnya dalam keadaan telanjang bulat. Tiba-tiba nafsuku bangkit kembali. Kejantananku terasa memanas dan kemudian tegak berdiri. Aku kemudian menghampirinya dan memeluknya. Tangan kiri Mbak Irma berusaha mencegahku. Tetapi aku terus meremas payudaranya dari belakang dan menciumi pundaknya.

Akhirnya Mbak Irma mengikuti kegilaanku selagi dia telepon suaminya. Ia berusaha mengurangi pembicaraannya dan memancing suaminya untuk terus berbicara. Nafsuku semakin memburu. Demikian juga Mbak Irma. Ia menggeliat-geliat sambil memejamkan matanya. Kemudian aku membimbingnya untuk menungging. Ia mengikutinya. Nafsuku semakin memuncak lagi. Kali ini aku semakin terburu-buru. Kejantananku langsung kumasukkan ke lubang kenikmatannya dari belakang. Pelan-pelan akhirnya seluruh kejantananku masuk. Kedua pantat indahnya kupegang. Aku lanjutkan dengan mengocok kejantananku. Aku semakin bergairah kala itu. Tampaknya Mbak Irma semakin tidak tahan. Pipi kirinya jadi tumpuan di atas bantal sementara HP-nya terus menempel di pipi kanannya. Aku terus mengocoknya sampai terdengar bunyi, "Blep.. blep.. blep.." Tampaknya Mbak Irma menutup HP-nya dan dilanjutkan dengan erangan yang tadi tertahan. "Oh.. ohh.. oh.." tak lama kemudian kami sama-sama mencapai puncak kenikmatan lagi. Kemudian kami berpelukan lagi. "Gila kamu," katanya sambil ketawa. Kemudian kami tertawa bersama-sama.

Ketika aku kembali ke Jakarta, aku beberapa kali menyakinkan diri bahwa tidak ada yang janggal dari sikapku. Aku takut sekali kalau perbuatanku sampai tercium. Demikian juga tatkala suatu saat Mbak Irma sekeluarga datang ke tempatku yaitu tempat mertuaku, aku berusaha menghindar darinya. Setelah basa-basi sebentar aku kemudian pergi ke halaman belakang menyiram bunga-bunga. Namun Mbak Irma memang nakal, ia malah sengaja mencari kesempatan menghampiriku pura-pura mau menjemur baju anaknya. "Ronn.. kapan tugas ke luar kota lagi?" bisiknya sambil melirik dan senyum menggoda.

TAMAT

Malam Indah Bersama Adik Sepupuku

Kedua barbel kecil masing-masing seberat 5 kilogram terasa telah kian berat saja kuayun-ayunkan bergantian. Keringatku telah sejak tadi berseleweran membasahi seluruh tubuhku yang kuperhatikan lewat cermin sebesar pintu di depanku itu telah tambah mekar dan kekar. Kalau dibandingkan dengan atlet binaraga, aku tak kalah indahnya. Aku hanya tersenyum sambil kemudian menaruh kedua barbelku dan menyeka keringat di dahi. Kuperhatikan jam telah menunjukan pukul 22:39 tepat. Ya, memang pada jam-jam seperti ini aku biasa olahraga berat untuk membentuk otot-otot di tubuhku. Suasana sepi dan udara sejuk sangat aku sukai. Kamar kost-ku di pinggirn utara kota Jogja memang menawarkan hawa dinginnya. Itulah sebabnya aku sangat betah kost di sini sejak resmi jadi mahasiswa hingga hampir ujian akhirku yang memasuki semester delapan ini.

Sudah jadi kebiasaanku, aku selalu berolahraga dengan telanjang bulat, sehingga dapat kuperhatikan tubuhku sendiri lewat cermin itu yang kian hari kian tumbuh kekar dan indah. berkulit sawo matang gelap. Rambut kasar memenuhi hampir di seluruh kedua lengan tangan dan kaki serta dadaku yang membidang ke bawah, lebih-lebih pada daerah kemaluanku. Rambutnya tumbuh subur dengan batang zakarnya yang selalu terhangati olehnya. Kuraba-raba batang kemaluanku yang mulai beranjak tegang ereksi ini. Hmm, ouh, mengasyikan sekali. Air keringatku turut membasahi batang zakar dan buah pelirku. Dengan sambil duduk di kursi plastik aku berfantasi seandainya ini dilakukan oleh seorang wanita. Mengelus-elus zakarku yang pernah kuukur memiliki panjang 20 centimeter dengan garis lingkar yang 18 centimeter! Mataku hanya merem melek saja menikmati sensasi yang indah ini. Perlahan-lahan aku mulai melumuri batang zakarku dengan air liurku sendiri. Kini sambil menggenggam batang zakar, aku terus menerus melakukan mengocok-ngocok secara lembut yang berangsur-angsur ke tempo cepat.

Aku tengah menikmati itu semua dengan sensasiku yang luar biasa ketika tiba-tiba pintu kamar kost-ku diketok pelan-pelan. Sial, aku sejenak terperangah, lebih-lebih saat kudengar suara cewek yang cukup lama sekali tak pernah kudengar.
"Mas, Mas Wid? Ini aku, Irma!"
Irma? Adik sepupuku dari Pekalongan? Ngapain malam-malam begini ini datang ke Jogja? Gila! Buru-buru aku melilitkan kain handuk kecilku sambil memburu ke arah pintu untuk membukakannya. "Irma?" ucapku sambil menggeser posisiku berdiri untuk memberi jalan masuk buat adik sepupuku yang terkenal tomboy ini. Irma terus saja masuk ke dalam sambil melempar tas ranselnya dan lari ke kamar mandi yang memang tersedia di setiap kamar kost ini. Sejenak aku melongok keluar, sepi, hanya gelap di halaman samping yang menawarkan kesunyian. Pintu kembali kututup dan kukunci. Aku hanya menghela nafasku dalam-dalam sambil memperhatikan tas ransel Irma.

Tak berapa lama Irma keluar dengan wajah basah dan kusut. Rambutnya yang lebat sebahu acak-acakan. Aku agak terkejut saat menyadari bahwa kini Irma hanya memakai kaos oblong khas Jogja. Rupanya ia telah melepas celana jeans biru ketatnya di kamar mandi. Kulit pahanya yang kuning langsat dan ketat itu terlihat jelas. "Ada masalah apa lagi, hmm? Dapat nilai jelek lagi di sekolahan lalu dimarahi Bapak Ibumu?" tanyaku sambil mendekat dan mengelus rambutnya, Irma hanya terdiam saja. Anak SMU kelas dua ini memang bandel. Mungkin sifat tomboynya yang membuat dirinya begitu. Tak mudah diatur dan maunya sendiri saja. Jadinya, aku ini yang sering kewalahan jika ia datang mendadak minta perlindunganku. Aku memang punya pengaruh di lingkungan keluarganya.

Irma hanya berdiri termangu di depan cermin olah ragaku. Walau wajahnya merunduk, aku dapat melihat bahwa dia sedang memandangi tubuhku yang setengah telanjang ini.
"Lama ya Mas, Irma nggak ke sini."
"Hampir lima tahun," jawabku lebih mendekat lagi lalu kusadari bahwa lengan dan tangannya luka lecet kecil.
"Berantem lagi, ya? Gila!" seruku kaget menyadari memar-memar di leher, wajah, kaki, dan entah dimana lagi.
"Irma kalah, Mas. Dikeroyok sepuluh cowok jalanan. Sakit semua, ouih. Mas, jangan bilang sama Bapak Ibu ya, kalau Irma kesini. Aduh..!" teriak tertahan Irma mengaduh pada dadanya.
"Apa yang kamu rasakan Ir? Dimana sakitnya, dimana?" tanyaku menahan tubuhnya yang mau roboh.
Tapi dengan kuat Irma dapat berdiri kembali secara gontai sambil memegangi lenganku.
"Seluruh tubuhku rasanya sakit dan pegal semua, Mas, ouh!"
"Biar Mas lihat, ya? Nggak apa-apa khan? Nggak malu, to?" desakku yang terus terang aku sudah mulai tergoda dengan postur tubuh Irma yang bongsor ketat. Irma hanya mengangguk kalem.
"Ah, Mas Wid. Irma malah pengin seperti dulu lagi, kita mandi bareng.. Irma kangen sama pijitan Mas Wid!" ujar Irma tersenyum malu.

Edan! Aku kian merasakan batang kemaluanku mengeras ketat. Dan itu jelas sekali terlihat pada bentuk handuk kecil yang menutupinya, ada semacam benda keras yang hendak menyodok keluar. Dan Irma dapat pula melihatnya! Perlahan kulepas kaos oblong Irma. Sebentar dirinya seperti malu-malu, tapi kemudian membiarkan tanganku kemudian melepas BH ukuran 36B serta CD krem berenda ketatnya. Aku terkejut dan sekaligus terangsang hebat. Di tubuh mulusnya yang indah itu, banyak memar menghiasinya. Aku berjalan memutari tubuh telanjangnya. Dengan gemetaran, jemariku menggerayangi wajahnya, bibirnya, lalu leher dan terus ke bawahnya. Cukup lama aku meraba-raba dan mengelus serta meremas lembut buah dadanya yang ranum ini. "Mas Wid.. enak sekali Mas, teruskan yaa.. ouh, ouh..!" pinta mulut Irma sambil merem-melek. Mulutku kini maju ke dada Irma. Perlahan kuhisap dan kukulum nikmat puting susunya yang coklat kehitaman itu secara bergantian kiri dan kanannya. Sementara kedua jemari tanganku tetap meremas-remas kalem dan meningkat keras. Mulut Irma makin merintih-rintih memintaku untuk berbuat lebih nekat dan berani. Irma menantangku, sedotan pada puting susunya makin kukeraskan sambil kuselingi dengan memilin-milin puting-puting susu tersebut secara gemas.

"Auuh, aduh Mas Wid, lebih keras.. lebih kencang, ouh!" menggelinjang tubuh Irma sambil berpegangan pada kedua pundakku. Puting Irma memang kenyal dan mengasyikan. Kurasakan bahwa kedua puting susu Irma telah mengeras total. Aku merendahkan tubuhku ke bawah, mulutku menyusuri kulit tubuh bugil Irma, menyapu perutnya dan terus ke bawah lagi. Rambut kemaluan Irma rupanya dicukur habis, sehingga yang tampak kini adalah gundukan daging lembut yang terbelah celah sempitnya yang rapat. Karuan lagi saja, mulutku langsung menerkam bibir kemaluan Irma dengan penuh nafsu. Aku terus mendesakkan mulutku ke dalam liang kemaluannya yang sempit sambil menjulurkan lidahku untuk menjilati klitorisnya di dalam sana. Irma benar-benar sangat menggairahkan. Dalam masalah seks, aku memang memliki jadwal rutin dengan pacarku yang dokter gigi itu. Dan kalau dibandingkan, Irma lebih unggul dari Sinta, pacarku. Mulutku tidak hanya melumat-lumat bibir kemaluan Irma, tapi juga menyedot-nyedotnya dengan ganas, menggigit kecil serta menjilat-jilat.

Tanpa kusadari kain handukku terlepas sendiri. Aku sudah merasakan batang kemaluanku yang minta untuk menerjang liang kemaluan lawan. Karuan lagi, aku cepat berdiri dan meminta Irma untuk jongkok di depanku. Gadis itu menurut saja. "Buka mulutmu, Dik. Buka!" pintaku sambil membimbing batang kemaluanku ke dalam mulut Irma. Gadis itu semula menolak keras, tapi aku terus memaksanya bahwa ini tidak berbahaya. Akhirnya Irma menurut saja. Irma mulai menyedot-nyedot keras batang kemaluanku sembari meremas-remas buah zakarku. Ahk, sungguh indah dan menggairahkan. Perbuatan Irma ini rupanya lebih binal dari Sinta. Jemari Irma kadangkala menyelingi dengan mengocok-ngocok batang kemaluanku, lalu menelannya dan melumat-lumat dengan girang.

"Teruskan Dik, teruskan, yeeahh, ouh.. ouh.. auh!" teriakku kegelian. Keringat kembali berceceran deras. Aku turut serta menusuk-nusukan batang kemaluanku ke dalam mulut Irma, sehingga gadis cantik ini jadi tersendak-sendak. Tapi justru aku kian senang. Kini aku tak dapat menahan desakan titik puncak orgasmeku. Dengan cepat aku muntahkan spermaku di dalam mulut Irma yang masih mengulum ujung batang kemlauanku.
"Croot.. creet.. crret..!"
"Ditelan Dik, ayo ditelan habis, dan bersihkan lepotannya!" pintaku yang dituruti saja oleh Irma yang semula hendak memuntahkannya. Aku sedikit dapat bernafas lega. Irma telah menjilati dan membersihkan lepotan air maniku di sekujur ujung zakar.

"Maass, ouh, rasanya aneh..!" ujar Irma sambil kuminta berdiri. Sesaat lamanya kami saling pandang. Kami kemudian hanya saling berpelukan dengan hangat dan mesra. Kurasakan desakan buah dadanya yang kencang itu menggelitik birahiku kembali.
"Ayo Dik, menungging di depan cermin itu!" pintaku sambil mengarahkan tubuh Irma untuk menungging. Irma manut. Dengan cepat aku terus membenamkan batang kemaluanku ke liang kemaluan Irma lewat belakang dan melakukan gerakan maju mundur dengan kencang sekali. "Aduuh, auuh.. ouh.. ouh.. aah.. ouh, sakit, sakit Mas!" teriak-teriak mulut Irma merem-melek. Tapi aku tak peduli, adik sepupuku itu terus saja kuperkosa dengan hebat. Sambil berpegangan pada kedua pinggulnya, aku menari-narikan batang kemaluanku pada liang kemaluan Irma.
"Sakiit.. ouhh..!"
"Blesep.. slep.. sleep.." suara tusukan persetubuhan itu begitu indah.
Irma terus saja menggelinjang hebat.

Aku segera mencabut batang kemaluanku, membalikkan posisi tubuh Irma yang kini telentang dengan kedua kakinya kuminta untuk melipat sejajar badannya. sementara kedua tangannya memegangi lipatan kedua kakinya. Kini aku bekerja lagi untuk menyetubuhi Irma.
"Ouuh.. aahhk.. ouh.. ouh..!"
Dengan menopang tubuhku berpegangan pada buah dadanya, aku terus kian ganas tanpa ampun lagi menikam-nikam kemaluan Irma dengan batang kemaluanku.
"Crroot.. cret.. creet..!"
Menyemprot air mani zakarku di dalam liang kemaluan Irma. "Maas.. ouuh.. aduh.. aahk!" teriak Irma yang langsung agak lunglai lemas, sementara aku berbaring menindih tubuh bugilnya dengan batang kemaluanku yang masih tetap menancap di dalam kemaluanya.

"Dik Irma, bagaimana kalau adik pindah sekolah di Jogja saja. Kita kontrak satu rumah.. hmm?" tanyaku sambil menciumi mulut tebal sensual Irma yang juga membalasku. "Irma sudi-sudi saja, Mas. Ouh.." Entah, karena kelelehan kami, akhirnya tidur adalah pilihannya. Aku benar-benar terlelap.

TAMAT

Maafkan Saya Tante

Nama saya Doni, saya siswa kelas 3 SMP di bilangan Menteng, saya mau menceritakan pengalaman seks saya dengan tante saya. Saya memiliki tante yang bernama Nina (bukan nama sebenarnya). Ia adalah WNI keturunan, begitu pula saya. Tante Nina telah mempunyai dua anak (9 dan 11 tahun). Walaupun ia telah mempunyai anak, tubuhnya masih seperti mahasiswi. Kulitnya putih mulus, beratnya sekitar 50 kg, tampangnya seperti Vivian Chow.

Hari Minggu kemarin, saya pergi ke rumah kakek saya. Sebagai informasi, Tante Nina masih tinggal bersama dengan kakek dan nenek saya di Jakarta Timur. Saya dititipkan di rumah kakek saya soalnya orang tua saya ingin menghadiri pesta perkawinan bersama kakek dan nenek saya. Kebetulan Tante Nina sedang ada di rumah. Suaminya (adiknya Papa saya) sedang pergi ke Bandung.

Singkat cerita, saya pergi ke kamar mandi Tante Nina (soalnya yang paling dekat dengan tempat saya duduk). Begitu saya mau pipis, saya melihat vibrator di pinggir bath tub. Nampaknya vibrator tersebut habis digunakan. Soalnya masih tercium jelas bau vagina dari vibrator tersebut. Setelah keluar dari kamar mandi, saya dipanggil tante saya ke kamarnya. Sesampainya saya di kamarnya, ia meminta saya untuk mengambilkan tasnya di tempat yang tinggi. Saat itu Tante Nina sedang memakai T-shirt tanpa lengan berwarna putih. Dengan begitu, saya dapat melihat sedikit payudaranya. Dengan keadaan seperti itu, saya langsung terangsang. Saya tidak dapat menahan nafsu saya lagi, saya segera menutup pintu dan menguncinya. Saya menghampiri tante saya dan menjatuhkannya ke ranjang. Saya segera menyergap tante saya yang terkulai di tempat tidur. Tante Nina terus menerus berteriak, tapi nampaknya tidak ada yang mendengar, soalnya rumahnya kakek saya termasuk besar (1500 m2). Saya segera mengikat tangan Tante Nina ke kepala ranjang. Saya mulai menciumi wajahnya yang halus, lalu lehernya dan terus turun sampai ke dadanya. Saya segera melucuti T-shirtnya (walaupun sedikit susah, karena kakinya menendang-nendang). Akhirnya semua bajunya berhasil saya lucuti. Sehingga tidak ada seutas benang pun yang masih menempel di badannya. Lalu saya segera masukkan jari saya ke vaginanya. Sekitar 5 menit kemudian, Tante Nina mulai tenang dan mulai menikmati permainan jari saya di vaginanya.

Ia mendesah "Sshh.. sshh.. Ssshh.. Sshh. Masukin penis kamu dong Don, tante sudah kagak tahan." Mendengar perkataan tante saya, saya segera membuka celana saya dan memasukkan penis saya ke liang vaginanya "Blless". Amblas sudah penis saya ke dalam vaginanya. Lubang vaginanya masih tergolong sempit bagi wanita yang sudah tidak perawan lagi. Saya mulai memaju mundurkan penis saya. "Ennaak.. Don.. terus masukin, teriak tante saya. Setelah 10 menit kemudian tubuh tante saya mengejang dan "Aahh.. aahh.. aahh." Nampaknya tante saya sudah orgasme. "Tunggu sebentar lagi tante, saya sedikit lagi juga mau keluar", sahut saya. Saya percepat laju penis saya sambil meremas-remas payudaranya yang kenyal. Akhirnya "Aahh.. aakhh", sperma saya muncrat di dalam vagina Tante Nina. Lalu saya segera tarik penis saya dan meminta tante saya untuk membersihkannya. Ia pun segera menjilatinya sampai bersih. Kami terkulai lemas di atas ranjang. Lalu saya melepaskan ikatan Tante Nina. Tante Nina hanya tersenyum dan berkata "Lain kali kalau mau ngeseks sama tante bilang saja, nggak usah malu-malu." "Jadi, tante nggak marah sama Doni?" sambung saya. "Enggak tante kagak marah, cuman tadi rada kaget and nerveous, soalnya tante sudah lama kagak ngerasain ngeseks yang kayak begini nikmat. Habis om kamu itu cepet keluar, jadi tante terpaksa harus mastrubasi sendiri supaya puas."

Akhirnya saya berdua dengan tante saya mandi bersama untuk membersihkan diri dan sempet main sekali lagi di kamar mandi. Lumayan khan pengalaman saya, sudah pernah mencoba vagina tante sendiri. Cerita di atas benar-benar terjadi. Nanti saya akan ceritakan lagi pengalaman seks saya dengan Tante Nina dan adiknya Tante Nina di apartmen kakek saya di Singapora.

TAMAT

Liburan Bersama Tanteku

Cerita ini berawal dari liburan kuliahku. Aku memang sudah lama berencana untuk jalan-jalan ke kampung halamanku. Tidak terasa pesawat yang kutumpangi telah mendarat di bandara Sam Ratulangi. Aku bingung, ini mau kemana sich?? sudah lama aku nggak kesini. Tiba-tiba ada yang menepuk punggungku,
" Hei, sudah lama yach? "
Aku bingung, siapa tante ini.
" Masih ingat tidak sama tantemu ini"? katanya.
Aku cuma menggelengkan kepala. " Aku tante Linda " katanya.
Ooo..iya aku langsung jadi teringat sama adik papaku. Ternyata dia yang menjemputku. Singkat kata aku pun berada dirumahnya. Habis makan siang, dia mengajakku mengobrol diruang tamu. Aku tanya sama dia, kok sepi sich?? Dia bilang, memang begini keadaanya tiap hari. Oom boy masih berlayar, sepupuku yang cewek satu-satunya lagi Kuliah katanya.

Saat Tanteku ingin mengambil gelas minumannya, tak sengaja mataku melihat ketengah dadanya yang hanya terbalut baju kaos yang ketat dan tipis(ngaa' pake BH cing!!). "Adikku" langsung ngeras, aduh bahaya nich kalau ketahuan, pikirku. Sambil berdiri aku berkata mau istirahat dulu. Dia berkata:
" Silahkan, soalnya tante mau istirahat juga."

Sesampainya dikamar, perasaanku jadi nggak karuan, soalnya masih ingat dada putih tante Linda tadi.Aku langsung mengunci pintu kamar, lalu beronani ria sambil membayangkan wajah tante Linda yang agak mirip-mirip dengan Krisdayanti itu. Oo enak banget "croott..croot..crot.." aku sudah keluar rupanya. Aku harus nyari cara nih supaya bisa merasakan dada putihnya tadi. Sambil pikir-pikir, aku ketiduran.

Aku terkejut dan bangun karena tiba-tiba saja aku merasa dingin. Wah ternyata sudah gelap, mana hujan lagi. Kututup jendela kamarku itu, lalu aku beranjak keluar. Hening dan sepi rumah ini. Aku ke dapur, hanya mendapati si Ijah sedang mencuci piring. Aku bertanya ke dia,
" Ibu kemana Bi? ".
Bi ijah menjawab kalau tanteku sudah tidur tadi sehabis makan dan sepupuku sedang menginap di rumah temannya. " Aku kekamar aja dech", pikirku. Saat menuju kamar, tak sengaja aku melewati kamar tante Linda. Pintunya sudah tertutup rapat. Teringat dada putih yang tadi siang, aku jadi bersemangat untuk melihat, bagaimana sich tante Linda kalau tidur. Pelan-pelan kuintip melalui lubang kunci.Tapi gelap banget. Rupanya lampu dikamar tante Linda sudah padam.

Makin penasaran aku dibuatnya. Kucoba untuk menarik gagang pintu, ahaa.. ternyata tidak terkunci. Sambil melihat kiri-kanan, aku beranjak masuk ke kamar tante Linda. Kesempatan nih pikirku. Terdengar desahan halus tante Linda diatas ranjangnya. Pelan-pelan aku merayap mendekati tempat tidurnya. Kimono tente Linda tersingkap keatas sedikit, sehingga memamerkan pahanya yang putih mulus.

Kejantananku langsung bereaksi. Pelan-pelan kuraba paha tante Linda, sambil menurunkan celana pendekku. Tante Linda tidak bergeming sedikitpun, dia tertidur begitu pulasnya membuatku semakin berani. Batang penisku sudah semakin membesar. Tanganku semakin naik keatas, menyentuh bulit-bukit halus tante Linda. Tante Linda mendesah, akupun menarik tanganku. Takut ketahuan. Tanganku kembali naik ke paha dan sekitarnya. Sambil mengocok penisku, kucari lubang vagina tante Linda. Terasa hangat ditanganku. Ternyata tante Linda tidak memakai CD ketika tidur. Pelan-pelan kubuka tali kimono yang berada dipinggangnya.

Tampaklah tubuh putih tante Linda dengan dada berukuran 36B (kutaksir).Aku membaringkan diri disamping tubuh tante Linda. Tiba-tiba tante Linda bergeser ke arahku, membuatku semakin tidak karuan. Sambil menusukkan jariku ke vaginanya, aku pun pelan-pelan beranjak menindih tante Linda. Tapi tanganku yang satu kugunakan sebagai penopang tubuhku. Pelan-pelan kutusukkan penisku ke liang vaginanya yang sudah basah. Tapi masuknya sulit banget. Dan tiba-tiba dia mengerang.Aku pun menahan napas. Ternyata dia tidak sadar pada apa yang akan menimpanya. Dengan memastikan sasaran yang tepat, kedua tanganku kugunakan sebagai penopang tubuhku. Kutusuk pelan-pelan vaginanya, penisku sudah sebatas kepala yang tenggelam. Aku menanti reaksi tante Linda. Tidak ada apa-apa (mungkin dia sedang mimpi hubungan sex dengan Om Boy).

Dengan suatu dorongan yang kuat, kuhujamkan penisku kedalam liang vagina tante Linda sampai amblas seluruhnya. Terpekik tante Linda karena kaget.
" Apa yang kau lakukan??" katanya.
" Penisku ingin merasakan vagina tante " , kataku.
Tante Linda terus berontak.Tapi apalah daya sorang wanita bertinggi badan 165 dengan berat kira-kira 55, terhadap aku yang bertinggi badan 180 cm. Sambil terus menghujamkan penisku dengan keras, terdengar pekikan dan desahan halus tante Linda yang ternyata sudah mulai menikmati besarnya penisku. Saat aku hampir keluar, kuhentikan goyanganku. Ternyata dia marah.
Ia berkata," Kalau tidak mau kulaporkan kau sama bapakmu, lanjutkan goyangan penismu ".

Aku pun tersenyum dan membalik badan tante Linda. Kuangkat kimononya dan berkata, aku mau rasain pantat tante .Tante Linda pun kaget, pantatnya belum pernah dimasukin penis katanya. Akupun memaksa dengan tusukan keras dan teriakan histeris tante Linda, kutusuk pantatnya dengan sekuat tenagaku. Terasa sempit dan licin karena darah tante Linda rupanya. Tak berapa lama aku pun mengeluarkan air maniku ke pantat tante Linda.

Malam itu aku melakukanya berulang-ulang, aku betul-betul membuat tante Linda kepayahan sampai hampir pingsan. Perbuatan itu kami lakukan selama aku berada di sana. Sampai sekarang aku masih teringat akan perbuatanku terhadap tante Linda dan aku ingin selalu melakukannya lagi bersama jika aku bertemu lagi dengannya nanti.

TAMAT

Lewat SMS

"Mas, komputernya hang lagi nih..!" teriakku.
Tidak berapa lama, Bryan masuk ke kamarku.
"Kamu emang gatek, Yen.." celetuk Bryan kakak iparku.
Belum sempat aku bangun dari tempat duduk, kedua tangan Bryan sudah berada di bawah ketiakku. Jemarinya yang berbulu, begitu cepat menekan tombol 'Ctrl-Alt-Del'. Komputer di depanku kembali berfungsi. Aku terhenyak. Bryan masih berdiri menunduk di belakangku. Dengan sengaja kedua tangannya menyentuh payudaraku. Aku tidak bereaksi. Memang ini yang kuinginkan. Jujur saja, aku sebetulnya dapat mengatasi masalah komputer 'hang'. Sebenarnya yang tadi hanya trik saja untuk 'memancing' Mas Bryan masuk ke kamarku.

"Lembut banget Yen..," bisiknya lirih.
Tidak lama kemudian dia keluar kamar. Hampir aku tidak mendengar ucapannya. Pikiranku jauh menerawang.
"Seandainya Mas Bryan menjadi milikku..," gumanku dalam hati.
Aku terus membayangkan bagaimana bahagianya Priscilla, kakak sulungku, bersuamikan seorang Bryan. Badannya tinggi tegap. Kulitnya yang putih bersih, ditumbuhi bulu-bulu halus. Mas Bryan yang peranakan Jawa-Pakistan, sudah satu setengah tahun tinggal di rumah kami. Karena Cilla, panggilan kakak sulungku, sedang mengandung, Mama meminta mereka tinggal sementara di rumah ini.

Dering handphone membuyarkan lamunanku. Ahh, rupanya hanya SMS saja. Tapi, wooww ternyata itu pesan dari Mas Bryan.
Isinya singkat, "YEN, TOKETNYA INDAH BANGET, SORRY YA NGACENG AJA."
Aku tersenyum membacanya. Aku mengerti maksud kata-kata terakhirnya, bukan ngaceng aja, tapi ngga sengaja. Kalaupun Mas Bryan benar-benar terangsang ketika berada di kamarku, memang wajar. Bukan hanya dia yang mengatakan buah dadaku indah, bahkan teman-teman cewek di kampus pun iri melihat punyaku ini. Apalagi sebelum Mas Bryan masuk kamarku, aku sengaja hanya mengenakan kaos oblong tanpa BH.

Malamnya, Mas Bryan SMS lagi. Dia sedang asyik menonton liga Italy di home theatre rumahku. Dalam pesannya, dia minta ditemani nonton bola. Kujawab tidak. Aku memang tidak senang menonton bola.
"KALO BOLA YANG LAIN MAU." pancingku me-reply pesannya.
Sebetulnya aku ingin sekali berdua dengannya di malam seperti ini. Tetapi yang menjadi masalah adalah letak home theatre yang di pojok dekat taman persis bersebelahan dengan kamar tidur Mamaku. Kalau ketahuan kan jadi kacau semua. Kamar Mas Bryan sendiri ada di lantai atas, bersebelahan dengan adikku yang bungsu. Tetapi, kalau nonton TV Mas Bryan lebih senang di bawah. Mbak Cilla sudah tahu kebiasaan suaminya menonton bola di bawah. Kesempatan ini kumanfaatkan sekalian. Tetap lewat sarana SMS, kupancing Mas Bryan masuk kamarku.

Gairah seksku sedang memuncak-muncaknya malam itu. Mungkin karena mau dapat mens. Aku harus berterima kasih banyak pada fasilitas SMS lintas operator ini. Sudah dua minggu lebih, saya dan Mas Bryan saling kirim pesan rahasia. Padahal kami sama-sama berada di rumah. Kalau bicara langsung atau telepon kan beresiko ada yang menguping. SMS benar-benar menghubungkan cintaku padanya.

Pintu kamar terkuak perlahan. Dengan sedikit berjinjit Mas Bryan masuk kamarku. Mengenakan celana pendek dan kasus oblong. Kumis dan cambangnya baru dicukur. Birahiku menggelora melihat wajah Mas Bryan di depanku. Bahunya yang lebar mendatar ditambah dadanya yang bidang membuatku ingin segera menggelayutinya manja.
"Blom tidur Yen..?" tanyanya berbasa-basi.
Tidak kujawab. Aku hanya tersenyum manja sambil mengibas rambutku. Malam itu aku memakai baju tidur model 'you can see' dan celana selutut. Agak lama kukibaskan rambutku. Mas Bryan pasti tidak melewatkan kesempatan emas ini. Dengan kaos 'you can see', jelas terlihat olehnya payudaraku yang putih menyembul.

Pelukan hangat Mas Bryan langsung menyergap. Memeluk dari belakang, membuat tangannya bebas-puas menggerayangi payudaraku. Sambil mendesis-desis, bibirnya yang seksi mulai melumat leher dan belakang kupingku. Pantas saja Mbak Cilla betah di kamar. Mas Bryan memang paling jago memanjakan cewek. Permainannya lembut dan halus. Baru kali ini aku merasakan sentuhan-sentuhan seorang lelaki yang membuatku nikmat keenakan.

Tidak seperti Joko pacarku, Mas Bryan sangat sabar menelusuri seluruh bagian tubuhku. Dia begitu menikmati jengkal demi jengkal lekuk tubuhku. Aku sangat menikmati permainan jilatan lidah dan remasan jari-jarinya yang nakal. Kini aku hanya menyisakan celana dalam saja. Pakaian tidur dan BH sudah dicampakannya. Entah kenapa, Mas Bryan belum juga menjamah bagian paling peka dari tubuhku. Padahal aku sudah sangat mengharapkan jilatan demi jilatan merambah bibir kemaluanku yang sudah mulai membasah.

Ternyata, kesabaran Mas Bryan menjelajahi bagian tubuhku berhenti sampai disitu. Tiba-tiba dia mengangkat tubuhku ke tempat tidur. Dengan sedikit tergesa-gesa, dia membaringkan tubuhku di pinggir tempat tidur. Buru-buru dia melepas celana dalamku dan CD-nya. Dengan berlutut di pinggir tempat tidur, Mas Bryan sudah mengeluarkan senjata pamungkasnya. Sebatang daging keras memanjang sudah mendekati selangkanganku.

"Jangan dulu Mas..!" sahutku lirih.
Aku kecewa berat. Kenapa sih setiap lelaki selalu ingin cepat-cepat memasukkan batangnya ke lubang kemaluannya wanita. Padahal aku masih butuh foreplay yang lama. Kenikmatan tidak hanya didapat ketika batang itu ada dalam lubang kemaluan.
"Mas sudah ngga tahan, sayang..!" katanya.
Batang kokoh berurat itu mulai menekan-nekan. Aku meringis kesakitan.
"Ahh.., perlahan dong Mas..!" aku menahan sakit.

Seperti tidak mendengar permintaanku, Mas Bryan semakin kencang menekan. Kedua tangannya menyangga tubuhnya di bibir tempat tidur. Sementara kedua lututnya bertekuk di lantai. Gaya seperti ini pernah saya lihat di film biru. Kedua kakiku ditekuknya seperti kecoa kepanasan. Menurut cerita teman-temanku, posisi inilah yang didambakan setiap wanita. Dalam posisi seperti ini, penetrasi alat vital pria akan maksimal. Sementara kedua tangannya akan bebas meremas payudara si wanita. Tetapi semua itu tidak kuperoleh dari Mas Bryan.

Tidak seperti yang kuduga, sudah hampir tiga menit Mas Bryan belum berhasil menembus keperawananku. Puluhan kali dia mendorong batang kemaluannya, aku belum merasakan nikmatnya batangan daging memenuhi rongga vaginaku.
Tiba-tiba Mas Bryan berkata, "Mau keluar nih Cilla..!" sambil meringis menahan sakit.
Aku tersenyum mendengar ucapannya. Mas Bryan tidak sadar kalau tubuh yang dihimpitnya adalah tubuhku, adik iparnya, bukan Mbak Cilla istrinya.
Dan, "Cret.. cret.. cret.." cairan putih kental menghujam perutku.

Aku masih telentang ketika Mas Bryan mengenakan celananya. Tanpa permisi, dia langsung meninggalkanku. Cairan sperma Mas Bryan terasa meleleh ke bawah. Kemudian terhenti dan menggumpal di sela-sela bulu kemaluanku yang lebat. Seperti tidak percaya, aku mengenang kejadian beberapa menit yang lalu. Bukan tidak percaya pada hal yang kami berdua lakukan, tetapi pada 'kemampuan' Mas Bryan. Mungkin aku terlalu tinggi menghayal dan berharap Mas Bryan sebagai lelaki perkasa, sehingga aku merasa kecewa dalam kenyataannya.

Padahal, kalau Mas Bryan tidak terburu-buru, akan kuberikan pertama kali kenikmatan untuknya. Biarlah, Joko pacarku mengambil sisanya, karena memang aku tidak berharap banyak dari Joko. Hubunganku selama ini dengannya lebih karena aku menuruti keinginan Mama saja. Maklum sudah tua, menjanda pula. Mama ingin, aku Yennita, satu-satunya anak perempuan yang single, berjodohan dengan keponakan Papa almarhum.

Paginya aku bangun kesiangan. Seluruh badan terasa pegal, mungkin karena permainan semalam yang tidak tuntas. Kusambar handphone-ku, lagi-lagi SMS dari Mas Bryan. Tidak seperti biasanya, kali ini pesannya agak panjang. Intinya, dia minta maaf atas 'happy ending' yang kurang bagus tadi malam.

Menurut pengakuannya dalam SMS yang berturut-turut, sebelum tubuhku dibawanya ke atas tempat tidur, dia sudah merasa khawatir kalau Mbak Cilla atau Mama mengetahui kejadian itu. Dasar lelaki, Mas Bryan tidak mau melepaskan kesempatan itu begitu saja. Maka yang terjadi adalah dia buru-buru mengarahkan batang kemaluannya ke liang keperawananku. Dia masih sempat menikmati ejakulasi. Sementara aku, hanya dapat pegal dan kecewa saja. Tapi sudahlah.

Hari-hari berikutnya, kami masih sering ber-SMS ria. Isinya apalagi kalau bukan saling memancing birahi. Belajar dari film "Mission Impossible," kami selalu langsung menghapus setiap pesan SMS. Bahkan, kalau sedang tiduran di samping Mbak Cilla pun, Mas Bryan sengaja menyimpan handphone-nya di bawah bantal, agar dering atau vibrasinya tidak terdengar istrinya.

Pernah suatu ketika, lewat SMS Mas Bryan memberitahu kalau dia mau 'main' sama Mbak. Dia menantangku kalau mau mengintip permainan 'bola'-nya. Pintu kamarnya sengaja dibuka sedikit, memberi celah bagiku menikmati permainan seru mereka. Penasaran, kuturuti tantangannya. Dan alamaak, Bryan di atas ranjang memang seperti yang kudambakan selama ini. Kakakku sampai kewalahan mengimbangi irama permainan suaminya. Dari wajahnya, terlihat mereka lemas kelelahan. Kenikmatan duniawi akhirnya mereka renggut berdua malam itu. Sementara aku hanya dapat menelan ludah.

Ada juga lucunya Mas Bryan ini. Masih dengan SMS, dia 'melaporkan' hasil permainan dengan kakakku Cilla.
Ternyata isi dalam SMS-nya adalah, "Aku membayangkan tubuh Yennita ketika menindih Mbak Cilla."
Gila..! Aku balas SMS itu, "BUKTIKAN DENGANKU MAS, JANGAN HANYA MEMBAYANGKAN." aku mulai memancing dia lagi.

TAMAT